Tuesday, October 27, 2020

Seperti Apa Anak Semacam Kafka itu?

(Sebuah tanya jawab dengan Reiner Stach, penulis biografi Franz Kafka)
Penerjemah: Sigit Susanto
 
Penanya:
Masa kecil Kafka tanpa punya teman, dan lebih banyak tekanan dari ayahnya. Bagaimana Kafka mengubah masa kecil yang sulit ke dalam kekuatan sastra ?
Reiner Stach :
Pada buku Gullivers Reisen karya Swift ada ironi: Orang tua setidaknya di antara banyak manusia yang mendidik kepercayaan anak-anaknya. Quote itu Kafka tulis pada surat pada adiknya Elli.
 
P :
Apakah ayah memainkan peran itu?
Reiner Stach: Kemungkinan Hermann (ayah Kafka) tak pernah memukul Kafka. Saya pikir ibunya tidak akan membiarkan. Tetapi sang ayah tetap menekan dengan kewajaran. Ia berteriak, di tangannya sudah memegang sabuk, tapi tidak dipukulkan. Seandainya Kafka mendapatkan tamparan, mungkin tak akan berlanjut.
 
P:
Bagaimana memanfaatkan psikoanalisis untuk menjelaskan masalah ini?
RS:
Saya kira, ilmu psikoanalisis tak cukup menjelaskan pada kasus Kafka, sebab psikoanalisis mensyaratkan ada korban yang jelas. Kemudian bagaimana kehidupan berikutnya setelah terjadi tindak kekerasan itu, karena neurosis dan harus diterapi. Apa ya psikoanalisis tak mampu melakukan, tak bisa dijelaskan, bagaimana dan mengapa seseorang bisa berhasil, dari kelemahan berubah menjadi kekuatan.
 
P:
Bagaimana Kafka bisa mengubah dari kelemahan menjadi hal yang positif?
RS:
Posisi kelemahannya menghadapi tirani sang ayah merupakan kewajiban seorang anak. Kafka mengamati suasanya, suaranya, gesture, termasuk bagaimana cara menutup pintu. Itu merupakan satu-satunya ukuran pertahanan. Sejak kecil Kafka sudah punya keahlian mengamati orang tuanya, sehingga membuat yakin diri. Itulah kekayaan mengamati, menjadi sebuah kekayaan empati. Perlahan semakin membuat antisipasi. Saya yakin sekali, bahwa Kafka memiliki keahlian mengamati yang bukan pembawaan dari lahir, melainkan dari pengalaman masa kecilnya.
 
P:
Apakah waktu sebagai anak kecil itu bukan menjadi pengaruhnya sendiri? Adakah sisi positifnya?  Jika orang tak melihatnya, bisakah mengamati lebih baik?
RS:
Itu sebenarnya sebagai mitos pribadi, Kafka mengurus sendiri. Seorang pengamat, saat masih kecil berada di pinggir yang tak kelihatan. Bisa dikatakan masyarakat telah meminggirkan saya. Saya hanya lah tamu di pinggiran. Tetapi saya bisa mengamati dengan pebuh ketenangan dan terus-menerus mengamati.
 
P:
Kepada tunangannya pertama Felice Bauer, harusnya Kafka sudah bercerita, bahwa saat dia masih kecil lama sekali hidup sendirian. Orang tuanya terus-menerus bekerja. Lalu apa yang Kafka akan ikuti?
RS:
Pegawainya lebih banyak mengurus adik-adik perempuan Kafka. Ketika Kafka berusia 8 tahun sudah merasakan dasar-dasar kesepian. Ia begitu awal belajar, dan mencari kesibukan sendiri, dengan buku, gambar-gambar dan bermain. Sebagian anak-anak lain sedih, tapi dia tidak. Hugo Bergmann sahabat Kafka pada saat dia berusia 20 tahun, menulis surat kepada Kafka, sejak kapan kamu terbiasa sendirian dan bagaimana kamu bisa mengatasi kesendirianmu itu? Ini sebuah tesis yang kuat. Seorang anak bisa menyembunyikan sesuatu. Maka dari itu lahirlah karya berjudul Anak-Anak di Jalan Desa (Kinder auf der Landstrasse).
Di sini anak-anak ingin dijemput temannya dalam acara tamasya. Sayangnya penjemputan itu tak terjadi dan mereka bertanya ke teman itu : Kalau kamu tidak mau, yang kamu tinggal di rumah saja. Dan teman itu menjawab, tak menggembirakan! Akan sangat tak menggembirakan, seandainya teman-teman itu membiarkan saya di rumah. Tentu saja itu tidak perkataan anak, melainkan ironi orang dewasa.
 
Sumber :
Frankfurter Allgemeine Zeitung.
https://www.faz.net/aktuell/feuilleton/buchmesse/biograph-reiner-stach-was-fuer-ein-kind-war-kafka-13199172.html

Zug, 20.09.2020

No comments:

Post a Comment