Tiga kali saya membaca novelet setebal 59 halaman ini.
Pembacaan pertama membingungkan, kedua sedikit mengerti, ketiga geleng-geleng
kepala. Seperti itukah kemauan Kafka? Novelet ini dibuka dengan kalimat
menghentak yang legendaris: "Ketika Gregor Samsa pada suatu pagi terbangun dari mimpi
buruknya, didapati dirinya di ranjang sudah berubah menjadi seekor kecoak
raksasa."
Teks aslinya bahasa Jerman: "Als Gregor Samsa eines Morgen aus unruhigen Träumen
erwachte, fand er sich in seinem Bett zu einem ungeheuren Ungeziefer
Verwandelt."
Teks bahasa Inggris: "As Gregor Samsa awoke one morning from a troubled dream,
he found himself transformed in his bed into a gigantic insekt."
Keterangan:
* ungeheure: makhluk raksasa, menakutkan.
* ungeziefer: binatang kecil yang mengganggu, menjijikan,
(kumbang, kecoak, lalat)
* Nabakov membuat sketsa/lukisan binatang mirip kumbang
atau kecoak.
Kejadian ini bukan dalam mimpi, melainkan sungguh
diceritakan dalam hidup sang tokoh. Tapi mungkinkah realitas hidup manusia
sehari-hari seperti itu?
Setelah novelet usai ditulis, Kafka mengirim surat pada
pacarnya Felice Bauer, ”Saya barusan menulis cerita yang menakutkan, judulnya
`Die Verwandlung` kamu pasti akan takut. Tapi toh kamu akan berterima kasih,
karena surat-surat saya sehari-harinya untukmu juga berisi ketakutan.”
Belakangan Kafka menyesali profesi Samsa sedang melakukan perjalanan bisnis.
Dia menyebut, karyanya bukan menggambarkan saat dalam mimpi, juga tidak
menggambarkan pada saat manusia sudah sadar di alam nyata. Namun karyanya dia
bayangkan pada masa “transisi” antara mimpi dan sadar.
Apa yang menjadi motif Kafka menulis dengan cara senekat
itu? Dia ungkapkan pada kawannya Gustav Janouch (Gustav Janouch: Gespräche mit
Kafka), “...binatang dengan kita sebagai manusia itu hubungannya lebih dekat.
Inilah terali penjara. Justru hubungan dengan sesama manusia menjauh,
sebaliknya hubungan dengan binatang lebih mudah. Setiap manusia hidup dalam
penjara. Dia harus paham lingkungannya, sebab itu sekarang banyak orang menulis
tentang binatang. Ini sebagai bukti ada semacam kerinduan pada kehidupan yang
bebas dan kehidupan di alam. Manusia terlalu banyak mengeluh, sehingga
fantasinya perlu pembebasan diri.”
Fabel seperti ini mengingatkan kita pada George Orwell
dengan novelet satirnya berjudul Animal Farm. Bedanya Orwell menghidupkan
binatang piaran bisa berbicara satu sama lainnya dan memberontak tuannya
sendiri. Mungkin ini satir yang ditujukan untuk menyindir Stalin kala itu.
Sebaliknya Kafka mengubah tubuh Samsa menjadi serangga dan tubuh serangga itu
masih bisa berdialog layaknya manusia biasa.
Kalau Nabakov menganalisis, bahwa Kafka terpengaruh
pandangan psikoanalisis Freud, atas problem kompleksitas keluarga, utamanya
dengan ayahnya. Saya tertarik mengaitkan dengan Zarathustra-nya Nietzsche.
Judul novelet ini dalam bahasa aslinya, Jerman “Die Verwandlung", dan
diterbitkan tahun 1912. Jauh sebelumnya Nietzsche pada tahun 1883 sudah menulis
dalam buku Also Sprach Zarathustra ada bab yang mirip, berjudul “Von Den Drei
Verwandlungen“ (Dari Tiga Kali Metamorfosis). Hanya saja pada buku Zarathustra
ini, Nietzsche menceritakan tiga periode metamorfosis. Pertama, dari jiwa
menjadi onta. Kedua, dari onta menjadi singa. Ketiga, dari singa menjadi
anak-anak. Nietzsche menggambarkan kehidupan jiwa itu bebas, kemudian kehidupan
onta itu penuh beban mengangkut barang, serta kehidupan singa itu perkasa dan
buas, terakhir kehidupan anak-anak itu kembali ke awal yang tak bersalah dan
terlupakan.
Selain kemiripan judul di atas, saya masih tertarik dengan
tokoh bernama Zarathustra yang berusia 30 tahun untuk mengembara ke alam
pegunungan dan hutan. Ada semacam kesamaan objek pelarian antara Metamorfosis
dan Zarathustra. Menurut Kafka proses perubahan tokoh Samsa menjadi serangga,
sebagai sebuah bentuk pelarian ke kehidupan alam atau binatang. Nietzsche juga
membawa tokoh Zarathustra ke alam pegunungan dan hutan. Dari dua contoh di atas
terlihat objek alam sebagai tempat pencarian inspirasi proses kreatif
pengarang.
Selanjutnya Nietzsche yang sudah pernah belajar ajaran
Buddha menghasilkan fantasi kritis, menurutnya manusia berasal dari cacing. Dan
seharusnya manusia itu menjadi Übermensch. Tapi masih ada manusia yang tetap
jadi cacing. Atau awalnya manusia itu dari kera, tapi sekarang manusia hidupnya
melebihi kera dari kera manapun. Sosok manusia perkasa atau Übermensch yang
diimpikan Nietzsche, semata-mata untuk meneguhkan kembali jiwa manusia supaya
lebih kuat dan tegar. Berseberangan dengan itu, Kafka membuat tokoh Samsa
justru terpuruk rapuh. Samsa bangun saja tidak mampu. Batok keras di pundaknya
sangat berat. Samsa yang sudah berubah menjadi seekor serangga itu hanya berani
menengok keluarganya, di saat malam hari. Singkat kata, Nietzsche menghendaki
manusia itu kuat, sebaliknya Kafka menggambarkan betapa lemah hidup manusia
mengikuti gejolak zaman. Tak heran, bila dua diktator fasis Mussolini dan
Hitler, bukan mengidelokan Kafka, namun Nietzsche. Kedua diktator ini telah
membiayai pemugaran rumah sekaligus museum Nietzsche di kota Weimar, Jerman. Mungkin
kedua diktator itu menginginkan bangsanya menjadi Übermensch. Bangsa kelas
unggul di antara bangsa-bangsa lain. James Joyce dalam Ulysses memelesetkan
Übermensch menjadi Superman.
Kembali ke kisah tragis pada Metamorfosis. Nasib Samsa
sungguh tersiksa dan makin tak berdaya. Samsa yang berubah wujud menjadi
serangga ini tak mampu lagi berjalan. Kedua antena di kepala basah kena lendir.
Punggungnya sakit luar biasa. Ketika jadwal kereta api mendekati berangkat,
Samsa masih terus menyanggupi, ”sebentar, sebentar akan datang.”
Grete, adik perempuan Samsa, identik dengan adik
perempuan Kafka bernama Ottla. Kafka sangat suka dengan adiknya, juga suka
dengan ibunya. Tapi Kafka dalam hidupnya takut dengan ayahnya. Sebab itu pada
cerita ini, ketika ayahnya Samsa mendekat kamar yang masih terkunci dari dalam,
Samsa ketakutan. Sebaliknya, ketika Grete, adiknya atau ibunya mendekat, Samsa
senang. Bukankah Kafka mengaku menulis berdasar buku harian? Niscaya kisahnya
berangkat dari keluarga di buku harian.
Perasaan konyol yang dialami Samsa terus berkecamuk. Pada
akhirnya Samsa sembunyi di bawah kolong sofa, karena kamarnya akan dibersihkan
pembantu. Bahkan ketika para penghuni rumah tidur malam, Samsa yang sudah
menjadi serangga itu keluar mencari makan roti di kamar lain.
Menariknya Kafka dalam cerita ini sama sekali tidak
menghubungkan dengan dunia mistik, melainkan sampai akhir cerita, tetap
bertahan, bila serangga itu tetap ada di kamar, sehingga semua keluarganya
memahami akan peristiwa naas itu. Selama dua bulan makannya tak teratur dan
tubuhnya terluka kena pecahan botol. Di sela-sela kisah yang mencekam, Kafka
masih bisa membuat lelucon. Suatu saat datanglah pembantu membawa sapu menyodok
tubuh Samsa yang terbungkus selimut. Tapi Samsa tak bergerak. Ternyata dia
telah mati.
Ritme cerita sangat rapat dan dinamis. Bahkan seperti
catatan perjalanan yang dikisahkan dari hitungan menit ke menit. Tak ada
lompatan cerita yang besar dan jauh. Nuansa dibangun dengan konsentrasi satu
arah ke sosok Samsa yang lemah. Lokasi tetap berada di rumah sendiri. Untuk
membantu pemahaman novelet ini, ada baiknya membaca buku yang lain, utamanya
berjudul Brief an den Vater (Surat untuk Ayah). Di buku itu akan terasa sekali,
betapa Kafka sangat takut pada ayahnya.
Metamorfosis ini tercatat sebagai satu-satunya karya
Kafka yang paling banyak mendapat sambutan publik. Tak sampai di situ, bahkan
banyak penulis dunia terinspirasi oleh novelet ini. Salah satu karya yang
benar-benar diakui meniru Metamorfosis berjudul “Salto Mortale” (Lompatan
Kematian) karya Milo Dor, sastrawan Yugoslavia yang tinggal di Jerman. Milo Dor
mengisahkan seorang pimpinan redaksi media, di suatu pagi bangun tidur, ruhnya
lepas dari tubuhnya. Alhasil ruh itu terus berangkat kerja, namun kawan
sekantor tak ada yang melihatnya.
Lepas dari pengaruh ketenaran Kafka. Saya merasakan,
untaian kata per kata hampir tak ada yang sia-sia. Beberapa kalimat yang
meninggalkan kesan lembut sebagai berikut: "Ibu bicara sangat pelan sekali, seperti orang berbisik."
Malam hari ibu menjahit pakaian untuk dijual di toko, dan
adik belajar steno untuk keperluan kerjanya, sedang ayah bangun dan mengajak
tertawa, tapi ibu dan adik capai untuk tertawa. Mulutnya disumbat tangannya.
***
No comments:
Post a Comment