Pengantar: Hans-Gerd Koch
Penerbit: Verlag Klaus Wagenbach, Berlin
Tebal: 253 halaman
Terbit; Berlin, 1995, 2003, 2013.
Diringkas oleh Sigit Susanto
Pengantar:
Franz Kafka adalah sosok yang introvert, orang
yang memandang dunia ini gelap, absurd, birokrasi anonim yang menguasai dunia.
Atas gambaran semua itu maka ia mendapat julukan “kafkaesk.”
Melalui penggambaran sosok Kafka dari banyak teman akan
menghadirkan Kafka yang lebih jernih. Beberapa kenangan teman-teman Kafka itu
bisa memperbaiki kekurangan selama ini.
Pada buku ini ada dua tulisan yang memang benar-benar
cukup mendalam mengenal Kafka, yakni Gustav Janouch dan Mox Brod.
Pada cetakan pertama tahun 1995 itu masih ditambah dengan
7 kesaksian baru. Tiga tahun sebelum meninggalnya Kafka, terjalin hubungan
asmara antaa Milen Jesenska dan Kafka.
Hans-Gerd Koch
***
(1). Franz Kafka Meninggal – Felix Weltsch
(Berita Duka di Media) Pada hari Selasa, 3 Juni 1924
pukul 12 siang, Franz Kafka meninggal di rehabilitasi Kierling, Wina, Austria.
Sebetulnya beberapa minggu sebelumnya teman-temannya sudah tahu keadaan
kritisnya itu. Pada usia 41 tahun ia meninggal (3 Juli 1883 – 3 Juni 1924).
Karya-karya Kafka tidak banyak, antara lain; Meditasi
(Betrachtung), Keputusan (Das Urteil), Juru Api (Der Heizer), Metamorfosis (Die
Verwandlung), Di Koloni Hukuman (In der Strafkolonie), Dokter Desa (Landarzt).
Totalada 7 buku dan beberapa novelnya.
Kafka dinobatkan menjadi sastrawan oleh penggemarnya atas
karya-karyanya, pun ada pula yang membencinya. Tetapi Kafka tidak membalas
membencinya atau mengumpat. Ia mempunyai pendirian yang ekstrem dan atas
pendiriannya itu menjadi istimewa dan baik.
Kafka memang brilian, noveletnya berjudul “Keputusan“
(Das Urteil) ditulis dengan sekali duduk di malam hari di dalam kereta api. Ia
menuliskannya tanpa persiapan dan tanpa koreksi setelahnya. Sebab itu karyanya
jarang. Ia istirahat lama beberapa tahun.
Adapun corak tulisannya, lebih baru,, lebih ekstrem,
lebih dingin, memiliki suasana baru yang khas daripada karya kita. Sebab itu
bentuk karyanya Kafka menjadi sebuah dunia baru yang dia temukan sendiri.
Melodi, betuk dan ritmenya lebih mendalam, jika karyanya dibacakan di depan
kita. Bahasanya benar-benar asli dan kosnkwen, antara logika dan musik melebur
menjadi bahasanya yang sangat menakjubkan.
Ia adalah sastrawan Yahudi di barat yang menggunakan
lidah bahasa Jerman. Ketika aku mengunjunginya 6 minggu sebelumnya di Kierling,
ia benar-benar mengharukan hatiku, ia tidak lupa alamatnya dan ia membaca koran
dengan benar edisi koran berikutnya,a ia sudah tak bisa membacanya lagi,
tertera fotonya ia sudah meninggal. Enam tahun lalu ia menderita paru-paru kematiannya
adalah jalan yang terbaik untuknya.
***
(2). Saya juga Bernama Franz -- Frantisek X. Basik
Bocah sekitar beruia 10 tahun itu tampak pemalu ikut
ibunya ke toko pada sore hari. Tak banyak orang yang memperhatikan, Ia
mendekati bocah kecil lain sebaya bernama Frantik dan berucap, “Kamu training
baru bernama Franz, bukan? Saya juga bernama Franz.“ Bocah kecil yang ikut
ibunya di toko itu adalah Franz Kafka.
Frantik, si bocah yang sedang magang di toko ayahnya itu
gembira, ada anak sebaya menyapanya. Tampak kedua bocah itu tersenyum, Kafka
kecil kelihatan ramah. Pada suatu pagi, Frantik dipanggil ibunya Kafka, supaya
ia bisa mengajari bahasa Cheko, mengingat pelajaran bahasa Cheko di sekolah,
Kafka kurang bagus. Di lantai atas kursus bahasa Cheko itu akan dilakukan
setiap sore minimal selama 1 jam, dan jam berikutnya mereka berdua bisa
jalan-jalan. Atas jasanya itu Frantik akan mendapatkan jatah makan roti dan
honor sebesar 3 Golden per bulan.
Frantik sangat gembira, ia bisa meninggalkan toko 2 jam
untuk mengajari bahasa Cheko Kafka dan juga bermain-main dengan Kafka. Kafka
sendiri merasa lebih senang belajar dari teman sebaya ketimbang guru di
sekolahnya yang dianggap killer. Apalagi sekolahnya bukan di sekolah yang
banyak anak Cheko, melainkan sekolah Jerman, sehingga bahasa Cheko diajarkan
hanya dua jam seminggu.
Jadwal Frantik mengajar Kafka kecil dari pukul empat sore
sampai pukul enam malam. Setelah itu Frantik melanjutkan kerja di gudang. Ia
mengajar Kafka tata bahasa dan gaya bahasa Cheko, supaya Kafka percaya diri
bisa menguasai. Mereka berjalan-jalan dengan dibekali uang 10 Kron, supaya bisa
membeli jananan di jalan. Kafka kecil sudah punya sifat mengalah, pada
pembagian jajan ia selalu menerima. Khusus hari Kamis Frantik harus segera
kembali, karena ada sekolah malam.
Ibu Kafka juga mengajak Frantik berlibur selama 2 minggu
di musim panas di Ricany. Tentu Kafka sangat riang, guru bahasa Chekonya ikut
liburan bersama. Frantik dan Kafka tinggal di satu kamar sendiri. Mereka
jalan-jalan ke kebun dan hutan. Usai liburan mereka beajar rajin untuk menutup
kekurangannya.
Ada insiden kecil, kedua bocah itu memegang buku tentang
kehidupan seksualitas yang ditulis oleh orang dewasa untuk pembaca pasangan
suami istri. Pada buku itu banyak diksi asing dan kedokteran bagi mereka yang
tak layak tahu. Mereka juga tak berani bertanya pada orang dewasa, tentang
ungkapan-ungkapan di buku itu. Ya, sudah persoalan seksualitas itu tak terjawab
dan tetap menjadi rahasia mereka sendiri.
Pada penutup buku itu ada kalimat yang berbunyi, “Dalam
kehidupan manusia itu tak ada yang lebih indah daripada kepuasan kehidupan
suami istri.“ Kalimat ini yang membuat di kepala Frantik terngiang-ngiang.
Liburan selesai, Kafka kembali dengan keluarga. Ibu Anna
dan tukang masaknya pulang ke Praha. Sementara waktu berlalu, Frantik semakin
dewasa memasuki usia 16 tahun dan Kafka berusia 12 tahun. Tapi Kafka kecil
tumbuh lebih cerdas dan dewasa, ketika mereka berjalan ke kolam di stasiun
kereta api Franz-Jisef Bahnhof, melihat banyak bebek dengan bulu beraneka
warna, Kafka nyeletuk, “Tahukah, Frantik, kolam kecil dengan bebatuan dan air
terjun, bunga-bunga, ikan, bebek dan angsa, aku sangat suka, sangat indah.”
Frantik menanggapi dengan antusias bicarakan tema
keindahan. Mereka mencoba membedakan kata “indah“ dan “keindahan,“ juga
mendiskusikan apa yang paling indah? Tiba-tiba Kafka kecil berucap, “Yang
terindah adalah persahabatan.“ Entah dia mendapatkan ungkapan itu dari buku
atau yang lain.
Frantik mulai mengajari Kafka kecil kalimat dari buku
orang dewasa sebelumnya. “Pada kehidupan manusia ada yang tak lebih indah
daripada kepuasan hidup suami istri.“ Kafka menyangkal, “Kenapa? Bukankah
perkawinan ayah dan ibu itu indah?“
Frantik berhati-hati menjelaskan anak yang belum tahu
kehidupan orang dewasa, katanya; “Nah, itulah bukankah indah, bahwa kamu punya
ayah dan ibu yang mengurus dan menyayangi kamu. Jika kamu rajin belajar membuat
orang tua bangga. Juga berlaku untuk anak-anak yang lain pula! Bukankah itu
indah?“
Kafka kecil diam sejenak, tidak puas, ia berpikir, lalu
muncul pertanyaan,“Dan bagaimana cara membuat anak dan darimana anak berasal?
Katakanlah kepadaku?“
Frantik terbelalak kaget dengan pertanyaan kritis yang
tak terduga. Ia bisa menjawab ala orang dewasa, namun ia sadari takut menjawab
yang sebenarnya. Akhirnya ia memberi jawaban, “Begini, ya kalau ayah dan ibu
ingin punya anak, maka mereka harus berdoa dulu, dan suatu hari anak itu sudah
berada di tempat tidur.“
Kafka kecil lari ke lantai atas, tempat tinggalnya, dan
Frantik menuju ke toko. Selang beberapa waktu, Frantik dipanggil ibi Kafka dan
dibayar honornya tiga golden, walaupun baru berjalan 15 hari dan saat itu pula
diberitahu, tidak perlu mengajar Kafka lagi, dengan alasan di sekolahnya
pelajaran bahasa Cheko sudah mulai ditambah.
Dimungkinkan Kafka kecil cerita ke orang tuanya tetua tak
sanggup menjelaskannya sendiri.
***
(3). Masa Sekolah dan Kuliah – Hugo Bergmann
Saya teman Kafka sejak masuk hari pertama di sekolah pada
musim gugur 1889 sampai ujian akhir musim panas 1901 selama 12 tahun. Tempat
tinggal kami saat masih kecil sangat dekat di Fleischmarkt, sehingga sering
kami berangkat ke sekolah bersama. Di seberang Flischmarkt itu berdiri sekolah
Cheko yang bersaing dengan sekolah Jerman kami. Di depan sekolah Cheko itu
ditulis slogan dari Komensky, ahli pendidikan berbunyi, “Anak heko belajar di
sekolah Cheko.” slogan tersebut untuk mengingatkan orang tua Cheko, agar anak
mereka belajar di sekolah Cheko, bukan ke sekolah Jerman.
Apakah kami anak-anak Cheko? Kakek-nenek kami senang tinggal
berdsama para petani di sini. Orang tua kami pindah ke Praha. Ini warisan nasib
dari sejarah ribuan tahun. Tekanan dari kelompk nasionalis Cheko begitu kuat.
Kami menerima didikan keluarga Yahudi tapi pendidikan Jerman.
Aku teringat masa kanak-kanak dengan Kafka. Kafka pernah
mengajari saya satu kata bahasa Jerman yaitu Wöchnerin yaitu jika seiorang ibu
melahirkan anak di rumah sakit. Mungkin kafka cerita seperti itu karena
mendengar dari keluarganya, karena Kafka punya 3 adik perempuan.
Selama berteman bertahun-tahun dengan Kafka, dia tidak
pernah sekalipun bercerita tentang tema erotis. Kita membicarakan tema lain
seperti politik, filsafat dab agama.
Di sekolah saya ingat ada tulisan di undak-undakan,
Morgenstund hat gold im mund (Bangun Pagi Banyak rezeki).empat tahun lamanya di
sekolah,kemudian kami melanjutkan ke SMA di kota tua. Aku harus mengoreksi
biografi Kafka yang ditulis oleh Klaus Wagenbach pada bab SMA, disebutkan bahwa
SMA kami itu kolot dan konservatif, itu tak benar.
Di unversitas kami bersama-sama sampai tamat. Pada sebuah
kedai teman-teman menyanyikan lagu perjuangan „Wach am Rhein“. Semua berdiri
gegap gempita, tapi Kafka tetap duduk di tempatnya. Kami mengincar pekerjaan
sebagai dokter atau pengacara. Kami sebagai mahasiswa berniat mengambil jurusan
Kimia. Kelak bisa bekerja di industri kimia. Namun Profesor Goldschmied
menasihati, kalau jurusan kimia, tak akan berkutat dengan buku, melainkan
dengan laboratorium. Tangan-tangan kami tak akan cekatan di laboratorium.
Akhirnya pada semester berikutnya Kafka pindah ke jurusan hukum. Ia juga
menjadi mahasiswa pendengar pada kuliah sastra dengan dosen August Sauer.
Sementara saya sendiri bertahan sampai setahun, kemudian berpindah ke jurusan
matematika, fisika dan filsafat.
Ibu saya mengenal ibunya Kafka juga. Ibunya Kafka
senyumnya sedikit kecut, sedang ayahnya tampak sangat dinamis. Tentu saja
sayang memandangnya, bukan meminjam pandnagan Kafka seperti yang ia tulis pada
“Surat untuk Ayah.“ Saya pikir surat tersebut tidak pernah sampai ke ayahnya.
Di rumahnya Kafka punya kamar sendiri. Di meja tulisnya
kami bersama-sama mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah). Kafka sering bermain ke
rumah saya. Ia juga berteman dengan kakak saya bernama Artur. Ia pernah bilang
kepada kami, bahwa ia ingin menjadi pengarang. Artur tidak ada daya tarik ke
bidang sastra, tetapi dia bertanya kepada Kafka, “Buku pertama yang akan kamu
tulis nanti, didedikasikah ke saya?“ Kafka berjanji atas todongan itu. Namun,
Kafka lupa dengan janjinya itu, setelah ia menerbitkan buku perdananya.
Ketika saya berusia 8 tahun, saya sering mendapatkan
aforisme dan kata bijak dari beberapa orang. Kafka pernah menuliskan dua baris
di buku catatan saya:
Ada yang datang dan pergi
sebuah perpisahan dan sering kali ---tidak berjumpa lagi
Praha: 20 November 1897 Franz Kafka
Saya tak bisa bayangkan, ketika Kafka masih berusia 14
tahun sudah bisa menemukan ungkapan pendek di atas. Apkaha dia benar-benar
memikirkan dengan dalam artinya. Jika ungkapan di atas dibaca pembaca sekarang,
pasti kebanyakan akan tertegun, sifat kafkaesken nya sudah mencuta sejak dini.
Akhirnya Kafka lebih dekat dekan Artur, selalu ceria jika
mereka bertemu. Kafka jago dialektika, dan kami tak akan bisa melampauinya.
Saya tahu betul, Kafka menyukai perjuangan kebebasan, pada waktu itu perang
Burenkrieg melawan Inggris pada tahun 1900.
Pada tahun 1900-1901 saya dan Kafka berpisah, saya tak
bisa mengikuti bidang sastra yang indah itu, seperti kaum proletar lain.
Mungkin karena Kafka yang sosialis, dan saya yang zionist. Meski demikian, kami
masih sering bertemu dalam beberapa diskusi intelektual di kalangan pegiat
filsafat Praha di beberapa kafe.
Pada suatu kali saya menyampaikan ceramah dan usai acara
itu, Kafka mencari saya di tempat istirahat, ia bilang ceramahmu tadi itu untuk
saya. Kemudian ia mengundang saya ke rumahnya, kali ini sudah tidak di rumah
lamanya di Zeltnergasse, melainkan di Ring kota tua. Malam itu juga datang Max
Brod dan istrinya.
Setelah Kafka tiada saya diundang untuk menceritakan
perjalanan pribadi saya dengannya.
***
(4). 12 Tahun di Sekolah Bersama Franz Kafkaesken
Pada 16 September 1889 Kafka genap usia 6 tahun pertama
kali masuk sekolah dengan jalan kaki, karena sekolahnya dekat. Dulu orang
tuanya tinggal di rumah no 9, Ring kota tua, Praha. Saya juga sama berangkat ke
sekolah diantar ibu saya. Ibu saya kenal ibunya Kafka.
Guru SD kami Pak Hans Markert. Anak yang kecil duduknya
paling depan dan anak yang lebih besar duduknya di belakangnya hingga
seterusnya ke belakang. Hari itu memang hari pertama masuk sekolah, ibu-ibu
menunggu di luar. Hari berikutnya yang mengantar anak-anak adalah kakak
perempuan atau pembantu mereka. Kafka kecil dijemput pembantu atau pegawai toko
ayahnya.
Tak sampai lama, anak-anak cepat belajar mengingat jalan
yang dilalui, sehingga mereka bisa berangkat sendiri. Kota Praha pada waktu itu
masih sepi. Sebagai anak kecil kami membuat kelompok termasuk Kafka di
dalamnya, kami kalau pulang tidak mau jalan di jalur yang singkat, melainkan
akan berjalan memutar. Bukankah tidak indah melewati gang-gang kecil serta
melihat taman-taman rumah orang. Rumah-rumah yang kami lewati usianya sudah
lebih dari 200 tahun. Pintunya hitam dan halamannya luas. Di belakang ada
kandang kuda.
Kami bermain petak umpet di sini. Tak diduga, Kafka
bertemu ayahnya, tentu tidak mudah untuk minta maaf. Sebagai bocah, kami saat
takut dengan orang yang tubuhnya besar, berotot, dengan jenggot lebat. Tetapi
ibu Kafka sangat sayang dengan anak kecilnya.
Di sekolah Kafka dijadikan contoh siswa yang jelek.
Misalnya, ada burung gereja bertengger di jendela, dekat bangku Kafka. Ia
memandang burung itu seperti terhipnotis, sehingga ketika guru memanggilnya, ia
tak dengar. Setelah disebut namanya, ia baru melepaskan pandangan burung gereja
di jendela.
Kafka jelek dalam pelajaran matematika dan ilmu
pengetahuan alam, namun ia suka pelajaran filsafat, sastra dan bahasa.
***
(5). Mengenang seorang Teman Sekolah – Zdenko Vanek
Teman-teman di sekolah saya rata-rata anak orang kaya,
dua diantaranya Hugo Bergmann dan Franz Kafka. Saya dan Kafka terpengaruh keras
oleh Hugo Bergmann. Yang belakangan ikut aliran rasionalis Theisme dari
Brentano. Bergmann akhirnya kawin dengan anak pemilik apotek bernama Fanta. Di
apotek Fanta itulah diskusi bertema aliran Emanuel Kant dan Kafka ikut aktif di
dalamnya.
Buat saya, Kafka itu orangnya kalem, suka bersilsafat dan
tak bisa membebaskannya. Saya sering mengunjungi rumahnya. Saya temukan banyak
aneka koran sosiologi dan dia baca dengan penuh antusias. Sosok Kafka sama
sekali tak cocok dengan eluarganya yang saya sudah kenal dengan baik. Ayah
Kafka tidak paham pada apa yang disukai Kafka. Harapan ayahnya ia akan menggantikannya
menjadi pedagang. Untungnya hal itu tak terjadi.
***
(6). 8 Tahun di SMA Kota Tua – Emil Utitz
Selama 8 tahun saya bersama Kafka di sekolah lanjutan
negeri di Praha. Saya akan memberikan pernyataan, tentang perkembangan jiwa
Kafka. Apalagi dia sekarang menjadi sastrawan yang brilian dengan filsafat
eksistensialismenya.
Saya mengunjungi Kafka beberapa minggu sebelum ia
meninggal. Karena sakit TBC sehingga saya tak diperkenankan bicara dengannya.
Tetapi dia tampak tersenyum ramah, tenang, malu dan agak misteri. Senyumnya tak
berubah sejak dia masih remaja.
***
(7). Kafka Muda – Leopold B. Kreitner
Saya bertemu Kafka dua kali. Pertama dalam suasana yang
kurang nyaman, di musim gugur 1902. Waktu itu umur saya masih 10 tahun sedang
kelahi dengan teman di sebuah taman karena masalah asmara.
Pertemuan kedua, genap sepuluh tahun kemudian di rumah
orang tuanya. Kafka kaget saya sedang bermain dengan Ottla, adiknya bersama
Martha, keponakan Kafka.
Saya yakinkan, bahwa Kafka itu bukan tipe orang
introvert, dia bisa humor, lucu. Ia sering bercanda dengan kata-kata yang
diperagakan dengan tangannya. Ia bicara bahasa Checko dengan lancar, meskipun
ia tidak beöajar di sekolah Cheko.
***
(8). Babysitter di Keluarga Kafka – Anna Pouzarova
Frau Anna Pouzarova saat berusia 21 tahun dari desa muli
bekerja pada keluarga Kafka pada 1 Oktober 1902. Pada saat itu Kafka sudah
berusia 19 tahun. Tiga adiknya Kafka, Gabriela berusia 15 tahun, Valerie
berusia 13 tahun dan Ottla berusia 11 tahun.
Dari 3 adik Kafka, Ottla yang dianggap paling liar. Anna
mengingat, bahwa Kafka itu besar dan kurus, terkesan serius secara alami. Ia
jarang bicara, kalau bicara suaranya lembut dan tenang. Saya tak pernah punya
masalah dengan dia. Jika tertawa pun tidak terlalu keras.
Rumah keluarga Kafka, bagian bawah dipakai toko dan di
lantai dua dipakai tempat tinggal. Kamar Kafka kecil saja dan sederhana.
Kamarnya terletak sebalah kiri dari ruang makan. Pintu kamar Kafka selalu
terbuka. Di sebelah pintu terdapat mesin ketik. Ada 2 jilid buku tentang hukum
Romawi.
Di seberang jendela ada kotak, ada sepeda dan ranjang. Di
dekat pintu gterdapat rak buku. Buku-buku itu dulu dibaca oleh keluarga Kafka.
Sosok Kafka muda adalah bijak. Ia sangat rajin belajar
dan jika dia pulang selalu duduk di depan mesin tulis.
Selain saya masih ada Frau Fanny, sebagai tukang
masaknya.
***
(9). Berhadapan (Tete a tete) dengan Nietzsche – Selma
Robitschek
Siapakah saya? Putri dari kepala kantor pos Kohn di
Roztok, Praha. Adakah yang tahu dengan hutan di Roztok? Banyak anak duduk di
bawah pohon Eiche, termasuk Kafka dan saya. Pada sebuah musim panas, keluarga
Kafka tinggal di tempat kami di lantai 1. Dan kebun kami menghadap ke gunung
tinggi.
Kami duduk di bawah pohon dan Kafka memegang lilin yang
sudah menyala. Ia meminta saya, mengajari kalimat yang sudah saya ketahui.
Namun ayah saya melarangnya. Pada waktu itu ayah adalah sebagai orang yang
harus dihormati dan diikuti. Saya sangat menyesali, tak bisa melakukan apa-apa.
Dalam kenangan saya, Kafka adalah pacar pertama saya.
***
(10). Mengenang Kembali sebuah Persahabatan – Oskar Baum
Sangatlah sulit buat saya untuk bercerita kembali tentang
Kafka. Manusia yang menyatu dengan seni. Sulit untuk dikenang kembali secara
objektif, apalagi harus ditulis. Apa yang aneh dari dia yang harus saya
ceritakan? Jika orang tak mengenalnya, mungkin tak akan bisa mengenali secara
detil orang ini. Setidaknya dari gerak-geriknya yang terakhir.
Perkenalan saya dengan Kafka dijembatani oleh Max Brod.
Ia mengajak Kafka dan membacakan novelnya berjudul “Tamasya ke Merah Gulita“
(Ausflüge ins Dunkelrote) pada musim gugur 1904. Pada waktu itu kami semua baru
sedikit di atas usia 20 tahun.
Kami mendiskusikan karya dan saling bertukar pandangan
serta berusaha mengirit kata dalam tulisan. Kafka memberi saran, “Jika tak
perlu mengalihkan ide-ide yang terjadi, biarkan daya tarik itu mengalir saja.“
Kesan yang paling mendalam pada Kafka, yaitu ketika
gerakan pertamanya masuk ke kamar saya. Ketika Kafka dan Brod saling bicara,
saya hanya bengong saja. Rambut Kafka yang licin dibelah, dibanding dahi saya
yang penuh pikiran.
Kesan lain pada Kafka, ia sederhana, alami, bisa menjaga
jarak dengan dingin, namun tiba-tiba mengajak bicara dengan hangat, gerakan
tangannya menyimpan kedalaman kemanusiaan. Pada pertemuan sehari-hari, daya
nalarnya menyiratkan sebuah perjuangan abstrak, menguasai jiwanya, tampilannya
penuh kharisma. Jika dia membacakan karyanya, suaranya pada setiap kata
terdengar nyaring, penuh gairah, frasa yang panjang dengan napas lama tak
berakhir.
(11). Kafka sebagai Teman – Felix Weltsch
Saya bertemu Kafka ketika di SMA. Belakangan saya
mempelajari karya Kafka justru lebih banyak lewat Max Brod. Bersama Oscar Baum
kami membentuk komunitas kecil yanag setiap 14 hari sekali bertemu. Kami saling
membacakan karya sendiri, cuma Kafka yang jarang mau membacakan karyanya. Kafka
adalah seorang pembaca yang brilian, cuma dia bukan seorang pendengar yang
baik.
Sosok Kafka adalah serius. Ia memperlakukan kepada
teman-temannya dan diri sendiri sangat serius. Dia menamai karyanya sendiri
sebagai “Coretan Cakar Ayam.“ (Kritzeln). Saya pernah membuat workshop tema
filsafat dan Kafka sangat menyukainya. Bahkan dia pernah ingin mengikuti
workshop filsafat saya, tapi batal.
Saya menulis buku berjudul “Rahmat dan Kebebasan,“ (Gnade
und Freiheit) dan Kafka membacanya serta memberi catatan yang masih saya
simpan, sebagai berikut:
Semua catatan saya ini cuma remeh-temeh saja. Pertanyaan
besarnya saya tak akan masuk. Bukan akrena kamu dan bukan karena temanya.
Sebagai buku pendidikan yang berarti buat saya dan penting.
Meskipun sudah 30 tahun berlalu kematian teman saya ini,
tetap saja sosoknya masih hadir deras di depan saya. Ia kurus, tinggi, cakep,
geraknya lamban, tatapan matanya yang hitam hangat, senyumnya menakjubkan. Ia
dengan semua orang sangat perhatian dan ramah. Terhadap teman-temannya ia
sangat peduli dan toleran. Jika membuat janji mendadak dengan Kafka, ia akan
meminta maaf dengan polos, sehingga temannya mudah percaya. Di kalangan
teman-teman kerjanya, Kafka disukai dan teman-temannya Cheko menghormati.
Saya tak bisa menggambarkan lebih baik lagi, kecuali
surat Milena kepada Max Brod yang berbunyi, “Saya kira, kita semua, seluruh
dunia dan semua manusia itu sakit dan dia satu-satunya orang yang sehat, yang
merasa benar, sebagai satu-satunya manusia sejati. Saya tahu, ia tidak
menentang kehidupan, melainkan hanya menentang corak kehidupan itu. Ia
menentangnya. Apakah itu mungkin orang seperti ini merasakannya, sesuatu yang
tidak benar-benar ada? Kafka paham tentang dunia ini sepuluh ribu lebih dari
seluruh manusia di bumi. Dan pada waktu yang sama di dunia ini tidak ada orang
kedua yang memiliki kekuatan dahsyat seperti itu. Kebutuhan yang mutlak tak
terbantahkan itu memang benar apa adanya, menuju kemurnian dan kebenaran.
Begitulah, sampai ke darah penghabisan, saya tahu, memang seperti itu.“
***
(12). Percakapan di Lift dengan Franz Kafka – Anna
Lichtenstern
Anak-anak di bawah usia 14 tahun, tak boleh memiliki
kunci lift. Pada waktu itu Kafka sudah berusia 20 tahun dan tinggalnya di
lantai atas, sedang saya di lantai bawah.
“Bolehkah saya membawa Anda, gadis kecil?“ pinta Kafka.
“Terima kasih,“ jawab saya sambil mencium tangannya,
ketika keluar dari lift. Kafka merespon, “Anda tak perlu mencium tangan.“
Waktu itu aya tak tahu cara menghormat yang resmi, selain
mencium tangan. Kafka bertanya, “Anda sedang baca apa?“
30 detik kemudian saya jawab, “Heimburg, Eschtruth dan
Karl May.“
“Itu pasti sangat menarik,“ katanya sambil mata hitamnya
menatap tajam, tampak sedih dan wajahnya awet muda.
Ketika usia saya sudah 13 tahun, saya memiliki kunci lift
sendiri. Saya tak bertemu Kafka lagi, walau kami tinggal satu atap dengan
panorama langsung ke sungai Moldau. Namun menjelang akhir Perang Dunia tahun
1918 ada aksi anti militer dan saya bertemu Kafka lagi. Dia berada di
perpustakaan Jerman di bagian peminjaman dan ia tampak sedang memilih buku,
mungkin karena tak menemukan buku yang ia cari, ia beralih ke saya.
“Apakah Anda sedang mengembalikan buku yang layak dibaca,
maksud saya buku bagus? Saya bisa meminjamnya.“
“Kepala-Kepala,“ karya Maximilian Harden. Saya anggap
sebagai buku yang berbobot.“
“Buku yang ditulisnya itu menjengkelkan. Apakah Anda
menganggap juga begitu? Tahukah, buku itu ditulis dengan kebohongan dalam
literatur perang?“
“Ya, memang menjijikan.“
“Karena manusia melawan keyakinannya yang terdalam,
ditulis buku semacam itu. Ada yang tak ditulis, tawaran yang kuat itu melayang
ke udara. Patos yang salah itu menjadi lelucon.“
“Buku-buku semacam itu bisa dihadiahkan ke orang lain.
Menurut pendapat saya, buku-buku lama yang lebih benar.“
Kafka melanjutkan, “Orang akan menulis sekali saja
buku-buku tentang perang yang benar.“
“Anda lapar sekali?“ tanya saya, sebuah pertanyaan yang
wajib kala itu.
“Ah, tidak begitu. Tak akan lama lagi.“
Mungkin Kafka pikir era perangnya? Atau kehidupannya dan
capaian sastranya?
***
(13). Masa Muda Orang Praha – Willy Haas
Setelah Max Brod bercerita tentang temannya yang berbakat
dan rahasia-rahasinya, apalagi membacakan fragmennya di rumah saya, akhirnya
fragmen itu dimuat di majalah bergengsi dan mewah “Hyperion.”
Brod membacakan coretan-coretan Kafka itu di lantai bawah
tanah rumah saya, saya dan Werfel takjub. Tapi Werfel mencemooh, “Karya itu tak
akan mencuat keluar dari Bodenbach.” Bodenbach adalah batas antara daerah
Böhmen di Cheko dan negeri Jerman.
Brod marah, merasakan kepahitan dan mengemasi
manuskripnya serta mereka tak pernah membicarakan tema itu lagi. Menurut saya,
pertama: Werfel ada benarnya, karena tak akan ada orang yang menuliskan begitu
ekstremnya. Kedua: Brod juga benar meyakini karya Kafka bagus. Dia adalah
temannya. Ketiga: Kafka dan Brod telah mengukir dunia terutama dengan 2 karya
“Proses dan Kastil.“
Setelah Kafka tiada, saya membaca ulang karya lama itu,
saya mengenali lagi di setiap sudut, koridor berdebu. Kafka telah mengatakan
semuanya, seperti yang telah kami katakan, dan yang belum kami katakan, dan
tidak bisa kami katakan. Buat saya, dia memang brilian. Saya bisa membaca
bukunya seperti dalam mimpi. Sebab itu tak banyak esai yang membahasnya.
Semuanya telah berhamburan dan datar sampai dasar.
Dengan saya, Kafka menampakkan sisi gelapnya, senyumnya
malu-malu, bertukar aforisme, tak menunjukkan daya tarik. Tentu itu kesan saya,
kalau Brod jelas berbeda. Kafka tidak suka Balzac, apalagi Shakespeare, karena
dia sama sekali tidak suka theater. Dua karyanya “Proses“ dan “Kastil“
sebenarnya bisa diangkat ke panggung theater, tapi itu bisa membuatnya
tertegun.
Kafka pernah mengambil sebuah buku dan bertanya, buku apa
ini? Setelah tahu berjudul “Pensees“ karya Pascal, ia taruh kembali ke koper
dan bicara yang lain. Beberapa tahun kemudian saya tak pernah bertemu Kafka.
Ketika bertemu dia banyak cerita tentang suasana yang membosankan di Praha,
seperti cuaca. Ketika saya tanya, sedang membaca buku apa? Ia menjawab, masih
sama pada buku lama, yang dia rekomendasikan baca kepada saya.
Kenangan saya yang terakhir dengan Kafka ketika menonton
bioskop dan pada pembuka film itu ditayangkan suasana jalanan di Berlin,
tepatnya di Bruchteil, ketika lampu terang di ruangan, tampak ia meneteskan air
mata.
“Ada apa denganmu?“ tanya saya.
“Mungkin terkait kerumitan-kerumitan dengan calon
tunangan.”
***
(14). Kafka dan Anarkisme – Michal Mares
Menjelang Perang Dunia I, saya bertemu Kafka setiap
hari.dia bekerja di kantor asuransi kecelakaan
karyawanArbeiter-Unfall-Versicherungs-Anstalt.
Sebenarnya saya dan Kafka sudah saling bertemu cukup
lama, hanya saling tersenyum. Belakangan ada demonstrasi turun ke jalan yang
diikuti oleh para seniman, sastrawan, pelukis, aktivis Böhemian, filsuf dan
warga setempat.
Pamflet dibagi dengan tulisan “Dengarkan suara rakyat.“
Sebuah bom telah meledak di parlemen Prancis. Kafka hadir secara rutin pada
pertemuan aktivis Anarki. Namun dia lebih sering duduk sendirian, tak ada yang
mendekatinya. Ia sendiri mengamati suasana dengan tenang. Biasanya dia sambil
minum segelas bir.
Saya sendiri bertugas sebagai agitator dan juga
menyebarkan pamflet serta memberi orasi politik. Pada 1 Mei 1909 terjadi
bentrokan dengan polisi, Kafka di tengah suasana chaos tersebut. Ketika
Vlastimil Borek berbicara membakar massa menentang eksekusi tokoh Anarkis
Liebeuf di Paris. Kafka ditangkap polisi bersama yang lain. Ia didenda 1 Gulden
atau ditahan selama 24 jam, setelah dipukuli sebagai hukuman. Kafka seorang
pekerja asuransi yang patuh, ia memilih membayar uang denda 1 Gulden dan
dibayarkan ke saya.
Selang beberapa lama Kafka pergi ke Berlin dan dari sana
ia mengirim beberapa kartu pos kepada saya dan saya simpan. Perlahan saya dan
Kafka menjadi teman baik, sehingga dia saya ajak menonton pertunjukan di
Kabaret Balkan.
Kafka yang awalnya sering menjaga jarak, akhirnya bersama
saya dan teman-teman. Setelah Perang Dunia I usai, saya tak lagi sering bertemu
Kafka. Tetapi saya lihat dia bermain dengan anak-anak. Kadang saya mengamati,
betapa dia suka bermain dengan anak-anak. Terakhir kali saya bertemu dia pada
musim semi tahun 1924 di kota tua Ring. Ia memperkenalkan adik perempuannya dan
keponakannya. Ibunya aku sudah kenal cukup lama lewat pembantunya.
Saat pertemuan terakhir itu saya sudah memikirkan, betapa
dia menjadi semakin kurus, napasnya terengah-engah. Ia menglurkan tangan sambil
berucap seperti yang sering ia lakukan, “Tak maukah Anda makan siang dengan
saya?“ Sekarang saya menyesali, kenapa ajakan dulu itu tidak saya penuhi. Saya
tak membayangkan, bahwa peti matinya itu kini menjadi manusia di masa depan,
menjadi senyuman yang tak pernah terlupakan dengan hatinya yang lembut.
***
(15). Kafka sebagai Teman Kerja – Alois Gütling
Seniman, sastrawan atau penyair akan menjadi istimewa,
jika masa berlakunya singkat. Tetapi sangat jarang proses itu akan lama
dilalui. Semasa hidupnya Kafka lebih mendapatkan pertentangan daripada
penghargaan.
Pada 1 Januari 1910 saya menjalani magang di kantor
asuransi. Semua karyawan diperkenalkan termasuk Dr. Franz Kafka. Ternyata dia
juga posisinya sama, masih menjadi karyawan yang magang.
Ayah Kafka muncul dalam sastra yang ditulis Kafka. Karena
ada ketidakcocokan antara ayah dan anak laki-laki.
Di kantor asuransi Kafka tampak sibuk sekali, maka pada
malam dan larut malam ia menulis. Kesehatannya yang mengganggu kariernya.
Pada akhirnya Kafka berpindah ke Berlin dan terbit
novelnya yang paling penting berjudul “Proses.“ dan “Kastil.“
Pada tahun 1924 ada berita ia telah meninggal. Mayat
Kafka dibawa pulang ke Praha dan dimakamkan di kuburan Straschnitz.
***
(16). Di Kantor dengan Franz Kafka – V. K. Krofta
Sebelum pecah PD I pada tahun 1914, pertama kalinya saya
melihat dan berkenalan dengan teman kerja Dr. Franz Kafka.
Kenangan saya dengan Kafka, ia berpostur besar masih
muda, wajahnya cokelat, rambutnya hitam.
Bagaimana kepribadian Kafka? Ia berbadan besar dan
kehadirannya terlihat pemalu. Raut wajahnya lebih sering serius.
***
(17). Sastrawan Franz Kafka – Kurt Wolff
Berapa sering saya bersama Kafka, saya tak ingat lagi.
Pada waktu itu tanggal 29 Juni 1912, dia bersama Max Brod sedang melakukan
perjalanan menuju Weimar. Brodlah yang membawa Kafka ke penerbit kecil itu.
Kafka berada di kantor penerbit yang kumal penuh barang
percetakan. Penerbit Ernst Rowohlt itu beberapa bukan kemudian pisah kongsi dan
mencari jalan sendiri. Saya meminta maaf kepada Max Brod atas ketidaknyamanan
ini.
Saya tak bermaksud merendahkan reputasi Franz Kafka,
hanya penerbit kami yang bermasalah, karya Kafka toh akhirnya moncer. Saya
harus berpisah dengan Kafka yang punya sorot mata indah, sosok yang antara sakit
dan galau. Pada waktu itu ia masih berusia 30 tahun.
Pada waktu Brod dan Kafka mengunjungi Weimar itu memang
penerbit Ernt Rowohlt dan Kurt Wolff masih bersatu.
Kafka menulis pada buku hariannya yang menentang saya.
Empat minggu berikutnya, pada musim dingin 1912 menerbitkan buku Kafka yang
berjudul “Betrachtung,“ (Meditasi). Buku cetakan pertama setebal 99 halaman itu
diterbitkan sejumlah 800 eksemplar.
Karya yang indah, bahasanya yang transparan, Kafka tak
mau melanjutkan menulis. Karya itu dianggapnya sebagai yang pertama dan
terakhir. Tetapi resonansi karya itu sempat dibaca Thomas Mann dan Hermann
Hesse. Mereka menganggap prosa Kafka itu snagat genius dan unik.
Rilke pada tahun 1922 Rilke menyurati saya, “Saya tak
membaca sebarispun dari pengarang ini, buat saya bukan aneh atau
mencengangkan.“ Komentar-komentar itu bermunculan satu setengah tahun sebelum
Kafka meninggal.
Setelah Kafka tiada, karyanya mendunia. W.H Auden sebut,
“Jika orang tanya saya, sastrawan siapa setelah, Dante, Shakespeare, Goethe,
maka saya akan menempatkan deret Kafka. Dia sangat penting buat kita. Karena
problemnya dari segala problem manusia di zaman kita sekarang ini.
Pada waktu itu belum ada yang mengkritik Kafka, toh
akhirnya muncul Robert Musil pada tahun 1914 menulis pada media Neuen
Rundschau, “Seorang pengarang sebelum 50 tahun pasti sudah menemukan gelembung
sabun untuk judul bukunya. Dan berbicara hal yang kosong dan kealpaan.
Karya Kafka lebih banyak diamati dari sudut filsafat dan
teori, jarang Kafka dianggap pembaca sebagai sastrawan.
***
(18). Kafka dan Jaringan Sastra Praha – Rudolf Fuchs
Saya sudah tak ingat lagi, kapan pertama kali mengenal
Kafka. Saya mengenalnya di Weimar tahun 1912. Dahulu sebagai pengarang muda,
kami sering nongkrong di kedai kopi Ecke, Hybernergasse dan Pflasterstrasse.
Kadang-kadang Kafka bergabung dengan kami. Kesan waktu itu, ia orang yang
sehat.
(19). Hanya Anak-Anak -- Alice Sommer
Kafka begitu meyakinkan, seperti hidung saya, saya hidup
dan tumbuh bersama Kafka. Saya melihat Praha dari kaca mata Kafka dan saya
melihat manusia juga dengan kaca mata Kafka.
Kami bertemu ketika kami masih berusia 10 tahun. Saya
anak kembar, adik kembar saya bernama Marianne. Kafka itu kekanak-kanakan, ia
suka bermain dengan anak-anak, bahkan dia sendiri sebetulnya juga seperti anak.
Saya masih ingat, dia suka berjalan-jalan dengan kami yang kembar.
Di luar Praha ada hutan yang sering kami pakai
jalan-jalan. Kafka datang dengan Felix Weltsch dan berjalan-jalan bersama. Di
sebuah bangku saya duduk dengan adik saya Marianne, Kafka duduk di bangku
menghadap ke kami dan dia menceritakan sebuah kisah.
Suaranya pelan. Dalam bergaul dia termasuk orang pemalu.
Ia meminta maaf, kalau dirinya itu masih hidup. Tatapi dia juga banyak humor.
Saya pikir, humornya dia juga mengandung nilai sastra yang tinggi. Ia ingin
menunjukkan kepada kita, bahwa seisi dunia ini hanya berupa lelucon, sebab itu
manusia tidak perlu terlalu serius memikirkannya, kalau tidak akan berakibat
buruk.
Dengan matanya ia memandang jiwa dan orang akan merasa
takjub dengan senyumnya. Matanya yang kekanak-kanakan sangat sulit dilupakan.
Dia adalah seorang anak, seperti yang Goethe maksudkan, bahwa kita semua ini
anak-anak yang harus belajar. Kafka menemukan dunia dari mata anak-anak.
(20). Perjumpaan di Saat Pecah Perang -- Ernst Popper
“Franz Kafka?“ panggil saya ke dia, tapi dia gak
mendengar, dan keburu membaur dengan kerumunan. Malamya ada pertemuan di kafe
dan Kafka ada di situ, cuma dia jarang berbicara. Kafka pada waktu itu termasuk
di dalam lingkaran intelektual Austria di era kerajaan Habsburger,
Austria-Hongaria.
Kafka sosok yang menyimpan misteri kehidupan dengan
mendalam, sedikit kritis dan menghindar untuk konfrontasi. Namun jika orang
benar-benar berhadapan dengan Kafka, kesan di atas tidak nampak. Malah secara
pribadi seperti agak naif dia.
***
(21). Franz Kafka sebagai Boyfriend -- Nelly Engel
Istilah boyfriend pada era saya belumlah terkenal. Pada
zaman saya, cewek dan cowok mengadakan janji dan pergi bersama ke konser musik
atau ke theater. Paling suka saya berjalan di kota tua Praha dan jembatan Karl.
Saya bertemu Kafka, ketika ia mendatangi temannya Felix Weltsch membaca
karyanya. Sejak itu saya sering bertemu dengannya di jalanan. Selain kami
memang tinggalnya hanya beberapa menit saja satu sama lainnya. Pada umumnya dia
diam berdiri, lalu hanya bicara sedikit. Ia pernah bertanya, “Apakah Anda tidak
sakit kepala? Kalau saya sering kali pusing.“ Sambil ia gerakkan tangannya ke
dahi sebagai peragakan. Suatu saat saya mengajak adik perempuan saya yang
berusia 14 tahun jalan-jalan dengan Kafka.
Pada pagi berikutnya datanglah surat dari pos yang
ditulis oleh Kafka. Surat tulis tangan itu berisi penjelasan tema pembicaraan
di saat jalan-jalan. Oleh saya surat itu benar-benar membuka wawasan. Surat itu
sungguh mengesankan dan beberapa kali saya baca. Saking senangnya surat dari
Kafka itu selalu saya bawa ke mana saja saya pergi, sampai akhirnya hilang
sendiri. Bahkan saya pernah bilang ibu saya, “Saya tahu, bahwan dalam hidup
saya tak akan pernah mendapatkan surat sebaik itu.“ pada waktu itu saya masih
berusia 18 tahun dan Kafka belumlah terkenal.
Kakak saya bernama Friedrich Thieberger pernah menulis
kenangan, “Ketika suatu malam saya dan ayah saya berdiri di depan pintu
tertutup, (sekitar pukul 10 malam), Kafka mengantar dua adik perempuan saya ke
rumah. Ayah saya sudah membaca Metamorfosis (Die Verwandlung) beberapa hari
sebelumnya. Kafka tersenyum nyengir sedikit bercerita tengang manusia kecoak
dan mundur selangkah. Seolah kejadian itu benar-benar terjadi di rumah ini.“
Ketika saya lewat toko ayah Kafka, ayahnya bilang, “Saya
tahu Anda, teman perempuan Franz, dia cerita tentang Anda,“ Tak disangka, ayah
Kafka memberi 100 buah kaus kaki panjang tipis (Strümpfe) kepada saya, untuk
diberikan anak-anak pengungsi dari Polandia. Memang saya menjadi relawan
membantu anak-anak pengungsi dari Polandia.
Suatu saat saya dan Kafka berjalan-jalan dan dia
tiba-tiba bilang, “Lihatlah di sana itu, di psikiatri Bochnitzer? Saya akan
mengakhiri hidup saya.“
Sementara saya sudah berkeluarga dan Kafka berjanji akan
datang ke rumah pukul 4 sore. Kami di rumah sudah mempersiapkan dengan rapi di
ruang tamu. Meja ditata dengan taplak , roti, keju dan bunga. Pukul 5, 6, 7
Kafka tetap tidak nongol. Hal itu tidak pernah terjadi pada Kafka sebelumnya.
Ketika pukul 7 lebih persiapan menyambut Kafka kami kemasi. Tak lama lonceng di
pintu berbunyi, saya lari ke pintu, Franz Kafka sudah berdiri di situ. Ia
mengaku sejak pukul 4 sore mencari alamat kami selama 3 jam tak ditemukan.
Kafka tak mau menyerah hingga sampai tujuan.
Kebiasaan Kafka jika memberi hadiah kepada teman-temannya
yang sudah berkeluarga, ia tidak pernah memberikan bukunya sendiri, melainkan
ia membeli buku sastrawan lain seperti karya Thomas Mann.
***
(22). Carmen dengan Kafka -- Gertrude Urzidil
Pertama kali saya melihat Kafka ketika ia berjalan-jalan
di lorong kota tua Praha dengan adik saya Nelly yang masih hidup di London.
Kafka sosoknya tinggi sudah di depan saya sambil membungkukkan tubuhnya. Saya
bilang, “Siapa rampokan barumu?“ Nelly mengenalkan, “Ini Dr. Kafka. Kakaknya
teman saya Ottla.
Sejak pertemuan itu, Kafka selalu menyapa saya, jika
berpapasan. Pada sebuah acara sastra dengan Max Brod, Kafka sempat membuka
acara pada sebuah sesi sastra. Ada 12 sesi acara dan Kafka selalu hadir, akhirnya
saat pulang kami jalan bersama. Pada waktu itu Kafka belumlah terkenal, namun
di antara kelompok theater sudah mulai dihormati.
***
(23). Kafka dan Thiebergen -- Friedrich Thieberger
Ketika saya mulai berkenalan dengan Kafka, saya barusan
lulus kuliah, sedang dia lima tahun lebih tua daripada saya,
Kafka memandang ke dalam lebih serius, namun ke dunia
luar, ia sebagai manusia yang sangat ramah. Jika dia dalam pembicaraan, maka
sebuah pikirannya mencuat, membuat keterkejutan, bahasanya seperti berasal dari
dunia lain.
Pada saat Perang Dunia I, para penyair, pengarang
bergejolak. Tiba-tiba Kafka namanya mencuat dan meminggirkan pengarang Praha
lain. Ia dianggap sebagai seorang prosaist yang berbeda. Bagi kalangan generasi
tua masih bingung dengan sastra beraliran ekspresionist.
Kafka selalu mengejutkan dan tetap pemalu.
***
(24). Sesuatu tentang Kafka -- Georg Mordechai Langer
Yang terhormat editor, izinkan saya menuliskan tentang
teman saya Franz Kafka yang sudah meninggal.
Kafka pernah meminta saya, agar karya-karyanya yang belum
diterbitkan untuk dibakar. Saya bertanya, “Kapan itu benar-benar akan
dilakukan? Dan kenapa Anda menulis dan menerbitkan?“ Ia jawab, “Saya tak tahu
pasti. Sepertinya ada sesuatu yang mendesak saya, sebuah kenangan untuk
disisakan. Meskipun semuanya...“
Sebagian besar karya Kafka itu telah dia bakar sendiri.
Sayang, sangat sayang dan sebagian besar karya itu sudah tiada.
Kafka pernah bilang saya sebaiknya setiap orang harus
membaca 1 puisi saja setiap hari, bukan 2. Ketika puisi saya dimuat jurnal
sastra “Kolot,“ Kafka membaca puisi saya dan dia memberi komentar, bahwa puisi
saya mirip lirik China. Atas perhatian Kafka itu saya langsung membeli buku
puisi China terjemahan bahasa Prancis dari FranzToussaint.. buku puisi China
itu setiap hari saya taruh di meja.
Kafka sosok yang suka humor, sekaligus pahit, senyumnya
kering.
***
(25). Semalam bersama Franz Kafka – Eugon Mondt
Suatu hari saya membaca karya saya bersama Kafka di cafe
Luitpold, yang atasnya dulu dipakai toko buku Goltz. Di antara banyak pengarang
itu, Kafka tampak tenang secara alami, bahkan penampilannya seperti merendah.
Itu bukan di sosoknya, tapi pakaian dan seluruhnya seperti itu.
Ia membaca noveletnya “Keputusan,“ (Das Urteil). Saat ia
baca tampak memukau tapi ironi, suaranya benar-benar mengena, novelet itu
memang karya yang disukai Kafka sendiri. Kemudian novelet “Juru Api“ (Der
Heizer).
Belakangan saya bertemu dengan Kafka sedang bersama
ceweknya. Dengan enggan saya duduk di samping Kafka. Pada waktu itu Kafka
bilang kepada saya, “Seharusnya saya tak membacakan cerita saya yang kotor
itu?“ Saya mencoba untuk meyakinkan hal sebaliknya dan kami beralih bicara
tentang Rilke. Kafka adalah seorang pendengar yang setia. Ia dengan alaminya
tak berusaha memotong pembicaraan saya.
***
.
(26). Jalan-Jalan bersama Franz Kafka -- Max Pulver
Max Pulver adalah sastrawan Swiss yang tinggal di Praha.
Ia pertama kalinya bertemu Kafka. Selama ini nama Kafka sudah semakin dikenal,
walau dia merasa agak jauh. Prosa Kafka yang tak banyak itu awalnya tak
dikenal, karena orang lebih mengenal Gogol dan Dostojeskwi, siapa pengarang
yang menulis dalam bahasa Jerman itu?
Pada musim dingin tahun 1917 di Munich, membaca karya
bersama Kafka. Jauh-jauh dari Praha beberapa sastrawan menuju Munich, dalam
kondisi perang dan ada pengawasan di perbatasan.
Di Munich itu saya dan Kafka sempat kelaparan. Kafka
duduk membaca karyanya di ruangan yang sorot lampunya redup, ada bayangan.
Rambut Kafka hitam, mengilat, dan posisi duduknya miring karena mejanya. Ia
membacakan karyanya yang belum dipublikasikan berjudul “Di Koloni Hukuman“ (In
der Strafkolonie)
Suara Kafka seperti memelas, meminta maaf, tetap
kata-katanya tajam seperti pisau. Seolah bau darah mengalir dan ada kisah
penganiayaan di Koloni Hukuman itu. Reaksi pendengar seperti tersayat masuk ke
lubang neraka. Ia sendiri seperti orang korban yang terayun-ayun. Setiap katanya
merangkak ke atas sadel baru dan secara perlahan menuju ke punggung.
Suasana di ruangan itu terlihat chaos. Seorang memanggul
seorang ibu keluar ruangan. Kafka melanjutkan bacaannya, kata-katanya lemah
tanpa kekuatan. Para hadirin mulai menyiritkan lampu, sebagian keluar untuk
sementara waktu. Saya belum pernah menyaksikan efek pembacaan karya sastra
seperti ini.
Saya tetap duduk sampai akhir, sampai saya mendengarkan
kisah penyiksaan yang dilakukan oleh pata algojo untuk memukuli para tahanan
itu.
Saya dan kafka mengadakan janjian untuk jalan-jalan
bersama pada sore harinya. Setelah itu untuk kembali ke Praha lagi.
Tiga karya Kafka berjudul “Juru Api“ (Der Heizer),
“Metampporfosis“ (Die Verwandung), “Keputusan,“ (Das Urteil), dimuat pada
“Meditasi.“ (Die Betrachtung). Kafka mendapatkan Kleistpreis. Heinrich von
Kleist, penyair klasik Jerman seangkatan Goethe.
Ia pertama kalinya bertemu Kafka. Selama ini nama Kafka
sudah semakin dikenal, walau dia merasa agak jauh. Prosa Kafka yang tak banyak
itu awalnya tak dikenal, karena orang lebih mengenal Gogol dan Dostojeskwi,
siapa pengarang yang menulis dalam bahasa Jerman itu?
***
(27). Kafka dan Seni – Friedrich Feigl
Pada tahun 1894 saya dan Kafka belajar di sekolah Jerman
yang sama di kota tua. Dia berusia sekitar 10 tahun. Bocah yang tampang, kurus
dan bermata hitam besar, kepalanya memanjang dan telingnya runcing. Saya ingat
betul, karena dia selalu diantar jemput oleh ibunya.
Belakangan saya mendengar tentang dia lagi di tahun 1907.
Pada waktu itu ada sebuah pertemuan pelukis di Praha dan Max Brod menyebut,
“Saya akan memberitahu kalian, bahwa ada seniman besar yang bernama Franz
Kafka.“ Ia menunjukkan jari tangannya, sambil menyebut seniman ekspresionis
bernama Paul Klee atau Kubin.
Pada workshop yang berbeda, Ludwig Hard mengatakan kepada
saya, “Anda tahu, bahwa Franz Kafka adalah sastrawan penting di Praha.“
(Dulunya Rilke di Praha, akhirnya meninggalkan Praha, juga Werfel pindah ke
Austria).
Tak begitu lama, saya dan Kafka menjadi teman. Kafka
tergabung dalam jaringan sastrawan Praha yang punya kegiatan saling membacakan
karya. Saya ingat betul, saat itu Kafka membacakan karyanya berjudul “Sang
Penunggang Ember.“
Kafka membacanya dengan percaya diri, pada poin-poin
indah bersuara cukup. Latar belakang kisah itu, karena semakin langkanya mecari
arang, untuk penghangat ruangan di musim dingin, pascaPerang Dunia I.
Di Berlin dia memberitahu saya, kalau punya tunangan
abadi. Pada saat yang sama, ia seperti ketakutan jika berhubungan langsung
dengan tunangannya, sebab itu dia membenci realitas. Ia analisis hubungan sebab
akibat dengan dunia memakai mikroskopnya sendiri. Lewat mikrokoskopnya,
hubungan sebab akibat semua kehidupan menjadi sebuah drama. Dimensi yang
nilainya hilang karena dilihat dengan kaca pembesar atau mikroskop, bukan
dilihat dari mata biasa.
Kisah-kisah itu ia jadikan sebuah novel. Kehidupan Kafka
sendiri itu adalah novel. Manusia kesepian adalah ciri khas karya romantik.
Seni Kafka menulis terkait erat dengan kasualitas baru. Praha adalah kota
fantastik dengan dominasi model barok.
Di Berlin saya bertemu Kafka lagi. Kami masih
membicarakan tema-tema yang sama lagi. Dulu dia pernah membeli sebuah lukisan
dari saya. Lukisan yang menggambarkan sebuah analisis kota Praha yang aneh.
Lukisan itu dihadiahkan ke pacarnya.
***
(28). Pelajaran bahasa Ibrani dengan Kafka – Miriam
Singer
Suatu hari, saya melihat Kafka dari kejauhan sedang
berjalan dengan Max Brod. Dua orang itu seperti pasangan yang istimewa. Max
Brod kecil, sudah agak dewasa dan sebagai pengantar., saya tak menyangka bahwa
Kafka itu kurus, tinggi dan tampak jauh lebih muda daripada Max Brod.
Saya tahu bahwa Brod suka mengurus pengarang muda.
Beberapa hari berikutnya saya melihat mereka berdua lagi. Mereka berjalan di
jalan yang beda, sehingga saya tak bisa berpapasan dengan mereka. Pada hari
yang lain saya benar-benar bertemu mereka, karena berjalan pada jalur yang
sama. Kali ini saya sengaja berkenalan dengan Max Brod. Saya tak menyangka
bahwa kafka akhirnya menjadi terkenal di seluruh jadat. Kesan yang mendalam
saat bertemu dia, bahwa mata Kafka menyorot penuh wibawa dan tatapannya tajam.
Akhirnya saya bertemu Kafka ikut kursus bahasa Ibrani
juga bersama Felix Weltsch. Tak lama kursus pada saudaranya Brod itu, kami
putuskan untuk keluar. Yang saya ingat Kafka cuma membawa buku kecil, ia catat
kata bahasa Ibrani yang dia tidak ketahui. Kafka sering lucu, mencari asosiasi.
Kadang ia menawarkan diri mengantar pulang saya dengan
bilang, “Hari ini sangat indah, inginkah Anda, saya mengantarmu pulang?“ Saya
tak menyadari betapa dia tubuhnya gede, jiwanya besar dan bakatnya cemerlang.
Waktu itu saya tak begitu menyambut dengan senang atas tawarannya.
Pada akhirnya Kafka mengantar saya sampai di rumah. Namun
dia bilang, “Saya antar Anda sampai di lantai atas.“ Ibu saya yang membukakan
pintu kaget, ada tamu yang tak diundang. Kafka masuk di lorong dan ada kotak
berisi arang yang untuk pemanas ruangan. Dan di atas kotak itu ditutup dengan
papan dengan taplak warna hitam, karena sifatnya hanya sementara. Kafka
menduduki kotak, tempat arang itu. Mata ibu saya berkedip berkali-kali memberi
tanda kepada saya, karena kotak tersebut tidak stabil dan bisa sewaktu-waktu
roboh.
Ibu saya mengajak Kafka pindah di ruang tamu, namun Kafka
menolak dan tersenyum ramah dan sedikit mengobrol dengan ibu. Kemudian dia
bangkit dan berpamitan dengan menyodorkan kedua tangannya. Sebelum
meninggalkannya ia sempat berucap, “Saya memang ingin berkenalan dengan Ibu dan
sekarang sudah tercapai.“ Ia pulang dengan menuruni undak-undakan.
Buku-buku Kafka ada di rumah saya. Kisah „Metamorfosis“
nya sempat membuat pembaca tersentak, sehingga dijuluki dengan Kafkaisch.
Setelah saya berkenalan dengan max Brod, saya diundang di
sebuah sore. Saat itu Kafka nongol. Kafka selalu tampak tertarik berkenalan
dengan manusia dari negara-negara lain. Kesan saya pada Max Brod, orangnya
menyenangkan. Ketika saya akan pamitan, saya mendatangi Kafka minta bukunya.
Reaksi Kafka menoleh ke rak buku Brod, dan dia mengambil buku berjudul “Dokter
Desa“ dan diberikan kepada saya. Sorot mata Kafka kepada saya membuat saya
klepek-klepek. Ia bilang, “Irma, Anda terlalu sehat, dan Anda tak akan paham.“
Buku itu ditulis, “Untuk Irma. Mit nach Daganiah. K--
***
(29). Kafka di Schelesen -- Dora Geritt
Schelesen terletak di antara perbukitan dan hutan. Pada
musim dingin Kafka menyewa sebuah penginapan kecil.
Di teras.penginapan itu Kafka dengan penuh antusias
berbicara dengan seorang gadis. Tetapi ia tak pernah cerita tentang hal itu.
Suatu pagi ia menyapa si gadis, di saat ia sedang duduk
di kursi lempit dan bilang kepada gadis itu, “Saya bermimpi bertemu Anda! Anda
berjalan ke sebuah dinding berwarna cokelat, jalan itu cukup panjang. Anda
berhadapan dengan seorang yang berambut merah, lebih besar dan lebih kurus.
Anda membukakan lengan dan berteriak keras, Àkhirnya!` Katakanlah, apakah Anda
pernah mengalami suatu peristiwa yang serupa?“
Gadis itu tersenyum, terdiam dan mengatakan, “Ya, Anda
banyak mengurus saya. Tetapi saya hanya mempunyai satu-satunya perasaan, nasib
saya antara cinta saya dan tunangan saya tergantung di tahun baru. Dan saya
memutuskan untuk kawin dengan lelaki dan punya dua anak. Ketika dia akan
kembali kepada saya lagi dari cinta lama seaktu muda dulu. Itulah impian Anda
yang sama puitisnya dengan kelincahan saya. Bukan mimpi, Anda telah
mengantisipasi, bahwa lelaki ini cepat lupa dan setelah tiga bulan dengan surat
perpisahannya yang sudah ditulis di antara kami.“
Belakangan ketika gadis itu merasa Boz Dickens itu
membosankan, Kafka luar biasa membacakan pada beberapa halaman yang
menegangkan, kisah tunangannya David Copperfield di depan gadis itu. Gadis itu
tersenyum manja dan bertobat.
Kemudian Kafka memberikan sebundel naskah yang masih ada
lembar koreksi kepada gadis itu. Kafka meminta gadis itu membaca dan memberi
pendapatnya. Ia mengaku mendapat kiriman dari temannya.
Gadis itu membaca naskah berjudul “Dokter Desa.“ Ketika
sang gadis mengembalikan naskah itu kepada Kafka, ia sambil bilang, bahwa
sepupunya meninggal karena nasib yang persis di cerita itu.
Kafka menjawab, “Aneh. Saya tak pernah mendegar ada obat
penyakit itu. Anda hanya berfantasi bersama saya. Saya tertegun, bahwa kejadian
itu benar adanya, itu menenteramkan saya, bahwa saya telah menebak yang benar.
Di kursi lipatnya ia menggunakan banyak selimut sepanjang
hari karena angin musim dingin. Kafka berkata, “Betapa indahnya, topi yang
sedang Anda kenakan.“
Ketika Kafka meninggalkan gadis itu, mereka saling
berkirim surat. Dan gadis itu memutuskan untuk menjadi petani yang mandiri.
Kafka termasuk pembela dunia anak. Dia bilang, “Di kepala
anak kecil itu mungkin tersimpan banyak hal indah, dan bisa sibuk dengannya.
Sehingga tugas itu membosankan. Orang dewasa bicara untuk orang dewasa.
***
(30). Kenapa Tak Bebaskan Lalat yang Malang itu – Hermine
Beck
Hermine Beck, seorang pasien di tempat penginapan di
Schelesen. Ia mengaku,“Pada tahaun baru ada seorang tamu lelaki. Ia
memperkenalkan bernama Franz Kafka. Ia sering bertemu di teras. Ia menyatakan
bahwa Kafka tidak pernah bercerita tentang sakitnya.
Kafka juga tidak pernah berbicara tentang sastra.
Sementara saya mengakui suka sastra Rusia dengan Tolstoy dan Dostojewski.
Suatu hari Kafka jengkel dengan saya, karena ada lalat
mengerubuti tubuh saya. Saya mencoba memukulnya dan Kafka berkata, “Kenapa
lalat yang malang itu tidak dibebaskan saja. Apa yang ia lakukan kepada Anda.“
Saya membaca di koran “Prager Tagblatt,“ yang
menyebutkan, sastrawan Franz Kafka meninggal dan akan dimakamkan pada pukul
16.00, 11 Juni 1924 di kuburan Stadtteil Straschnitz, Praha.
***
(31). Percakapan dengan Kafka - Gustav Janouch
Kafka bicara dengan wajahnya. Ia punya mata besar warna
abu-abu di bawah warna cokelat gelap.
Ia mengungkapkan kata-katanya lewat gerakan otot-otot
wajah, dahinya kecil dan bibirnya meruncing. Kafka mecintai gesture, sebab itu
dalam percakapan tak muncul kata yang double. Melainkan kata itu sejenis
gerakan otomatis, alat untuk menjelaskan, bukan merupakan refleksif pasif,
melainkan ungkapannya jelas sesuai keinginan.
Ayah saya bekerja satu kantor di asuransi kecelakaan
karyawan Arbeiter-Unfall-Versicherungs-Anstalt dengan Dr. Franz Kafka. Ayahnya
sebagai sebagai bendahara di lantai 4 dan Kafka sebagai ahli hukum di lantai 2,
Jika saya mengunjungi ayah di kantor, saya pasti mampir ke Kafka.
Saya harus menyimpan kata-kata Kafka yang penuh makna,
dan saya lebih baik naik ke lantai atasny menemui ayah. Tetapi sekarang untuk
menjumpai Kafka, sang penulis Metamorfosis dan Juru Api menjadi sebuah
kecanduan, mungkin karena pemikirannya tentang kemanusiaan yang mendalam.
Dulu saya suka melukis kartu pos dengan warna-warni, di
kartun dan kayu. Semua itu menghasilkan uang, lalu saya pakai membeli buku dan
berjam-jam bermain orgen. Sekarang ini saya lebih senang menulis, buat saya
sangatlah penting.
Saya bilang Kafka, mungkin saya tak perlu menulis, jika
di rumah keadaannya berbeda. Kafka menjawab, “Itu juga dilakukan banyak orang
Flaubert menulis dalam suratnya, bahwa novelnya ibarat batu karang yang dia
harus sangga, tak bisa dibiarkn jatuh.“ “Nama saya juga Gustav, tapi bukan
Flaubert.“
“Lewat rasa kesepian, kita bisa menjaid lebih muda, juga
dalam pemikiran,“ kata Kafka. Pada malam hari sebelum ia pergi ke sanatorium
Tatra, saya bilang,“Anda akan istirahat dan kembali sehat. Masa depan harus
dijaga dengan baik. Semuanya akan berlalu.“
Kafka tersenyum telunjuk tangan kanannya di arahkan ke
dadanya dan berucap, “Masa depan ada di sini dan perubahan hanyalah luka
tersembunyi yang tampak.“
Saya tak sabar, “Jika Anda tidak mempercayai untuk
sembuh, kenapa Anda pergi ke sanatorium?“
Kafka menjawab, “Setiap terdakwa selalu menunggu hari
perkaranya diputuskan.“
(32). Dengan Kafka di Matliary - Robert Klopstock
Kafka memilih sanataorium Tatranske Matliary, karena ia
mendapatkan jawaban yang ramah, bahwa ia boleh menulis di kebun.
Ketika Kafka datang pada musim dingin 1920, hanya ada
satu pasien, karyawan dan tukang gigi. Dua pasien datang lagi yaitu Kachauer
alias Szinay dan Klopstock. Meja mereka berdua berhadap-hadaan dengan Kafka.
Sosok Kafka sebagai anak muda yang kkeoni, saat itu tampak mengagumkan, dan
jiwanya penuh isi.
Klopstock ingat ketika suatu saat Szinay datang
tergopoh-gopoh memberitahu bahwa Kafka sedang berada di ruang makan. Szinay
bilang,“Anda harus menemuinya, Anda harus menemuinya.“
“Siapa, siapa dia, kenapa?“
“Dia sekarang duduk, dia sekarang bangkit, kemarilah.“
Kopstock jengkel, karena ia tak tahu harus bertemu siapa
dan Kafka saat itu sudah akan beranjak pergi.
“Wah, sudah keburu pergi,...manusia yang mengagumkan,
saya tak tahu kenapa, saya tak paham separuhnya yang dia katakan, tapi saya
tahu itu indah. Dia tersenyum seolah saya tak pernah melihat orang yang
senyumnya semacam dia.“
Klopstock bertanya, “Apa yang dia bicarakan...apakah
bicaranya tidak seperti pada umumnya?“
“Dia mendengarkan, saya yang bercerita tentang penyakit
saya, sakit perut saya. Tak ada yang mau menerima mendengarkan dalam hidup ini.
Tak ada orang yang mau memahami kegalauan saya ini, semacam apa hidup dengan
penyakit perut itu.“
“Orang yang mengagumkan itu seperti apa, apa
pekerjaannya,“ tanya Klopstock.
“Dia bilanag bekerja di asuransi. Anda harus berkenalan
dengannya.“
“Kenapa?“
“Ya, karena saya tak bisa memahami dia dan juga dia tidak
paham saya. Saya yaakin, Anda berdua akan cocok, sebab dia di sini sangat
kesepian.“
Klopstock awalnya menjaga jarak dengan pengantar seperti
itu, tapi tak lama keduanya menjadi berteman akrab. Mereka berjalan-jalan.
Klopstock saat bertemu membawa bku Kierkegaard berjudul “Furcht und Zittern.“
“Anda membaca karya Kierkegaard? Saya juga membaca buku
yang sama.“
“Anda Herr Kafka dari Praha?“ tanya Klopstock. “Herr
Szinay membicarakan Anda setiap hari.“
“Saya kira, Anda tertawa tentang ceritanya.“
“Bukan, begitu. Saya sungguh bahagia, bisa berkenalan
dengan Anda.“
Klopstock muda begitu kenal Kafka, ia langsung terpikat
ikut ril Kafka, setiap hari mereka berdua. Padahal Klopstock tak tahu kalau
Kafka seorang sastrawan. Kafka sebagai manusia yang tanpa kekerasan dan berat
badan.
Kafka mengikuti perubahan di Praha dari yang paling
kecilpun. Ketika Kafka di Berlin pada Desember 1923 dan bersuara serak, ia
merasa jengkel dengan Klopstock. Ia duga, Klopstock mengenal dirinya karena
sama-sama dari Praha. Kafka merasa tersiksa, jika mengingat nama Klopstock.
Suatu hari Kafka sebut, “Saya sedang mulai dalam
pemeriksaan, ada suara bengek seperti binatang.“ Klopstock bilang,“ Itu tidak
benar, saya sudah melakukan pemeriksaan suara bengek seperti binatang itu.
***
(33). Dua Malam bersama Franz Kafka – Fred Berence
Sekitar dua atau tiga tahun sebelum Kafka meninggal, ia
dan beberapa pengarang Praha masih membacakan karyanya di sebuah aula kecil di
pusat kota Praha.
Beberapa hari sebelumnya saya menghadiri Kafka menbacakan
karyanya berjudul “Juru Api“ (Der Heizer). Karya brcorak simbolis itu sangat
menyentuh saya, sehingga semakin penasaran.
Sebelum malam berakhir, hanya ada sekitar 50 orang, saya
dikenalkan oleh Otto Pick ke Franz Kafka. Sayang tak tak ada foto Kafka saat
itu. Ia besar, tumbuh dengan baik, rambutnya angat hitam, pakaiannya rapi.
Kesannya dia seorang pencinta olah raga. Saya ingat dua mata hitamnya menyorot,
seperti tarian bulan madu emas. Penampilannya smapai akhir sangat prima.
Orangnya hangat, berkata mantap dan bervariasi.
Pada perjalanan pulang saya bersama Kafka. Saya banyak
bertanya tentang karyanya. Di depan pintu Kafe Edison Otto Pick bertanya,
“Akankah Anda bersama kami, Kafka?“ Jawabannya terkesan bersuara dewasa dan
hangat.
Ketika saya bisa duduk berdampingan dengan Kafka, saya
ingat gerakan tubuhnya, seperti tukang kebun Cheko.
***
(34). Pertemuan Terakhir dengan Franz Kafka – Alfred
Wolfenstein
Kebersamaan itu tak mungkin terulang lagi, hanya akan
menjadi pijar-pijar yang saling memancarkan masa lampau yang abadi.
Praha sebagai kota dongeng yang indah dan gelap. Kota
yang melahirkan dua sastrawan penting, Rilke dan Kafka. Kafka tingggal di rumah
kota tua Praha. Tangganya tak naik, malah semakin menurun.
Ketika saya masuk kamar Kafka, terasa sejuk dan banyak
sisi gelapnya. Di sudut itu tempat ia menulis atau membaca, ada Kafka yang
jangkung menyalami saya. Nama saya belum ia kenal, oleh karena ia sebut sebagai
seorang tamu tak diundang, di situ jiwanya
Pikiran saya bercampur, antara ia seorang pengarang dan
manusia. Sosoknya yang lebih kurus muncul di lampu jendela, di situlah seluruh
jiwa bersemayam. Saya membayangkan pada novelnya
***
(35). Saya Guru Perempuan Bahasa Ibrani Kafka -- Puah
Menczel Ben Tovim
Pada suatu hari ibu Kafka datang ingin menengok anaknya.
Pada waktu itu tak disebutkan namanya. Belakangan baru tahu ibu itu mencari
anaknya kafka. Pada tahun 1917 Kafka mulai menderita tuberkulusis.
Kafka tampak begitu lemah. Niscaya, ia tak pernah
berhasil untuk mendapatkan teman perempuan. Apalagi ia tak pernah membicarakan
masalah erotika.
Sosok Kafka sering menjaga jarak, sangat sopan, dan
ketika saya tinggal di Berlin, Kafka juga di Berlin meminta saya mengajari
bahasa Ibrani. Saya sempat memenuhi permintaannya mengajar bahasa Ibrani selama
lima atau enam jam.
Kafka dan Dora selama 6 bulan di Berlin sudah pindah 3
tempat; Miquelstrasse, Grunewaldstrasse, Heiderstrasse.
(36). Dengarkan Kamu, Tile -- Franz artinya Kanaile! --
Tile Rössler
Di Berlin saat itu terjadi inflasi dan saat itu saya
bertemu Franz Kafka. Saya dan Dora Diamant bepergian di Ostsee. Saya takut
bertemu sastrawan yang sudah tersohor, untuk menatatapnya, bangga bahwa saya
sudah membaca buku kecilnya berjudul “Juru Api“ (Der Heizer) sebuah fragmen
dari novel berjudul “Amerika.“
Saya juga tak ikut, sekarang saya sadar, F. K singkatan
dari Franz Kafka. Kafka menurut teman saya tinggal di hotel besar tepi pantai.
Ia sakit, dan pada cuaca yang baik pergi ke air. Namun dia tetap merasa
sendiri, dulunya saya tak menyadarinya.
Pada suatu hari saya bermain theater dan ketika
membalikkan tubuh sebab ada suara mengatakan, “Betul, itu indah, sangat indah.“
Kafka tampak tersenyum.
(Kisah panjang tentang bermain theater dan tidak banyak
menyangkut kafka)a
*Kanaille: Sikap marah.
***
(37). Hidupku bersama Franz Kafka – Dora Diamant
Saya bertemu Kafka pertama kali di Ostsee pada musim
panas tahun 1923. Pada waktu itu usia saya masih muda, 19 tahun dan bekerja
sebagai relawati di Berlin Volksheim, semacam panti asuhan anak-anak.
Suatu hari saya melihat ada satu keluarga bermain di
pantai. Orang tua dan dua anak. Tetapi lelaki di situ menyisakan kesan mendalam
pada saya dan tak bisa dilupakan. Saya bertemu keluarga ini, juga di kota.
Suatu hari di panti asuhan tempat saya bekerja itu diumumkan,
bahwa akan hadir Franz Kafka untuk bersama makan malam. Pada waktu itu tugas
saya kebetulan di dapur. Ketika saya menatap ruangan tampak gelap, tapi ada
sosok lelaki di luar jendela. Saya mengeali lelaki itu, yang di pantai.
Kemudian ia masuk rungan, tapi saya tak mengerti kalau dia Kafka.
Dengan suara yang berkarisma ia mengatakan kepada saya,
“Tangan-tangan yang begitu terampil dan Anda harus melakukan pekerjaan yang
bersentuhan dengan darah.“ (Waktu itu Kafka seorang Vegetarin).
Pada suatu malam kami semua duduk di banku dengan meja
panjang. Seorang anak kecil bangkit akan keluar dan terjatuh, malu. Kafka
memberitahu anak kecil itu dengan sorot mata yang menggetarkan, “Betapa tangkas
kamu jatuh dan berdiri sendiri.“ Kata-kata Kafka itu belakangan saya anggap
semua harus diselamatkan.
Kafka itu tinggi, kurus, kulitna gelap dan langkahnya
lebar. Awalnya saya kira pasti ini blasteran suku Indiana dan bukan orang
Eropa. Ia agak berjalan miring, tapi tetap tegak. Kepalanya dengan mudah
menoleh ke samping. Tendensinya kesepian, tetapi selalu punya hubungan sesuatu
di luar untuk diajak berkomunikasi. Dengan kata lain dia akan bilang, “Saya
tidak sendirian, terutama berhubungan dengan dunia luar, ada sesuatu.“
Kenapa Kafka membuat saya sangat terkesan? Saya dari
Eropa timur, saya makhluk gelap dengan banyak impian dan firasat. Saya banyak
mendengarkan dari Eropa tentang pengetahuannya, kejernihannya, dan gaya
hidupnya dan saya datang ke Jerman dengan rekaman jiwa membentang dan telah
memberikan kepada saya.
Tetapi saya selalu saja merasa, bahwa manusia di sana
memerlukan sesuatu, apa yang bisa saya berikan. Setelah hancurnya perang,
setiap orang menunggu pertolongan dari Eropa timur. Saya justru kabur dari
Eropa timur. Karena saya pikir bahwa pijar lampu itu akan datang di Eropa
barat.
Belakangan impian saya itu semakin sedikit menuntut,
karena harapan saya di Eropa itu mengecewakan. Manusia-manusianya di hatinya
tak tenang dan selalu saja ada ynag kurang.
Di Eropa timur orang menyadari, mungkin hidup orang di
sana tidak bebas bergerak di masyarakat, dan kesulitan untuk mengungkapkan.
Namun orang paham arti persatuan dan ciptaan.
Ketika saya pertama kali bertemu Kafka, saya merasa bahwa
sosoknya memenuhi harapan sebagai manusia yang saya harapkan. Kafka pun
memahami saya dengan penuh perhatian, seolah dia mengharapkan sesuatu dari saya
***
(38). Bertemu Franz Kafka di Berlin tahun 1923 – Raoul
Hausmann
Ada pertemuan menegangkan. Seorang dari seberang
mendatangi ke arah saya. Wajah orang itu oval, matanya berbinar-binar.
Siapa dia? Kafka! Itu Franz Kafka, tanpa ragu. Ratusan
bayangan mengoyak di itak saya. Saya ingin berbicara dengannya. Saya sudah
berada di depannya, dan mengangkat topi saya.
“Herr Kafka?“
Ia terkejut menatap saya, “Maaf? Saya tak tahu.
“Nama saya Hausmann.“
“Oh, Ya, Dadaist?“
“Benar dan saya ingin bertanya sesuatu tentang Dada dari
Anda.“
Dia memberi contoh saya, mungkin karena penampilan saya
yang aneh dengan kaca mata berlensa satu di mata kiri.
“Apa yang Anda ingin tahu dari saya tentang Dada? Tentu
saja Apa yang saya pikir tentang Dada?+
“Itu yang saya inginkan. Anda mengambil saya sebagai
jawaban dari mulut. Silakan Herr Kafka?“
Kami hanya berdiri, wakil dari dua dunia. Mungkin tak
mungkin dekat karena keduanya beda kepercayaan.
“Ya, sangat sulit, karena saya tak terbiasa dengan ajaran
Dada, hanya kadang saya membaca. Mungkin saya sangat tidak tepat
menjelaskannya. Saya sendiri tahu pada acara Malam Dada. Tetapi saya tak bisa
memutuskan dengan mudah. Katakanlah kepada saya, bagaimana Anda memandang Dada,
seperti apa mereka memperkenalkan kepada Anda.“
“Baiklah, saya sudah siap- tetapi saya ingin pemikiran
Anda, mengenai pikiran mereka, untuk dicari benang merahnya. Benang merah itu
akan ada jika Anda tertarik. Apakah Anda sudah membaca buku “Hitungan dan
Wajah“ (Zahl und Gesicht) karya Rudolf Kassner?“
“Ya, dan buku itu membuat saya semakin sibuk dengan
masalah kebenaran. Tetapi Dada – saya tak melihatnya, apa itu...“
“Oh, tunggu dulu. Karena Anda menyinggung tentang
kebenaran ala Kassner, dia tidak membawa kebenaran baru...“
“Tentu saja begitu, tetapi apa hubungannya dengan Dada.
Ia seorang Metafisiker dan Dada adalah, katakanlah, paling tidak ironis,
sindiran, tak serius dan..?“
“Tunggu.tunggu dulu, Anda salah, Herr Kafka. Anda akan segera
melihatnya. Pertama, hilangkan anggapan bahwa Kassner sebagai pragmatiker,
daripada yang Anda yakini. Terkait kebenaran, dalam epos kita hanya ada
kebenaran lama. Kebenaran baru itu sebagian besar saya lihat juga sudah tua.
Sebuah kebenaran baru di masa pertengahan sampai ada 1000 kasus....“
Kafka mengangguk-angguk, dan berkata, “Ya, pikirkanlah –
manusia mungkin terpenjara di sebuah rumah ayahnya. Saya melihatnya seperti itu
dan saya menentang Golem (Kebodohan). Saya bukan determinist. Saya bisa katakan
dengan Plotin; barang siapa memprotes alam dunia, orang tak tahu bagaimana
mengurusnya dan ke mana bisa mempertimbangkannya. Sampai di sini saya
mempertanyakan batasan Dadaisme sendiri.“
“Sepakat. Tetapi Dada setidaknya di Berlin punya
pengakuan secara psikologis. Odypus bukanlah jalan keluar sebuah moral dari
tekanan pemikiran pembunuhan ayah. Kita memakai pemikiran Otto Gross, bahwa
permulaan individualisme kompleks dari keasingan dan diri sendiri.masyarakat
kita dibenturkan dengan tatanan keluarga. Dada pada umumnya memang ironi,
mencari jalannya sendiri, membebaskan dari tekanan asing.“
“Sangat menarik. Saya kenal secara pribadi dengan Otto
Gross. Tetapi di sini kita tak perlu berdebat, saya harus ke stasiun kereta api
Zoologischer Garden. Maafkanlah, mungkin Anda bisa ikut mengantar sampai di
ujung, saya naik di Strassenbahn.“
“Tentu saja, mari kita berjalan.“
“Bagi saya semua baru. Saya tak tahu kalau Dadaisme bisa
sampai psychoanalisis. Saya tentu tahu teorinya, tetapi banyak yang sudah
sirna. Tetapi saya tak menyadari bahwa dadaisme membebaskan masalah yang
kompleks. Bagaimana Anda menjelaskan arti kebebasan itu? Buat saya tak ada
peralatan sastrawan yang luar buasa dan diskursif, seperti layaknya seorang
cendikiawan.
“Lihatlah, Dada juga sebagai sebuah peledak individual,
sama dengan kesadaran pada umumnya.“
Kami sekarang menuju ke halte linie F.
“Anda menyetujui, meskipun saya tak sama pikirannya, jika
pikiran Anda tak benar. Seniman, terutaa penulis biasanya memakai topeng
pembacanya. Dadaisme mungkin berada di belakang topeng ironi. Mengambil jarak
antara pembaca dan senimannya.
***
(39). Sebuah Kunjungan Dokter pada Kafka – Ludwig Nelken
Dengan senyuman yang ramah ia bersandaran pada bangku di
jendela, seolah dia ingin mengatakan kepada saya; Kenapa Anda menghilangkan
waktu dan bakat kepada saya, anak muda. Saya tak akan bisa menolong lagi.
Itulah kesan Dr. Ludwig Nelken ketika mengunjungi Kafka
di Berlin. Kunjungan itu dilakukan ada bulan Maret 1924, genap tiga bulan
sebelum Kafka meninggal. Di Berlin Dr. Ludwig Nelken bertemu Dora Diamant. Ia
ingat betul waktu itu Dora belajar bahasa Jerman dengan cepat. Ia cantik dan
cerdas.
Dr. Nelken juga mendengar kalau Dora pernah aktif di
kelompok garis kiri di Berlin. Dora pernah menelepon Dr. Nelken untuk datang
memeriksa kesehatan Kafka. Ketika Dr. Nelken datang dan masuk kamarnya Kafka,
Kafka tidak berada di kamar. Tapi kondisi Kafka sangat membahayakan.
Ketika Dr. Nelken menolak menuliskan honornya, Kafka
mengirimkannya sebuah buku dengan tulisan tangannya. Sejak itu Dr. Nelken tak
bertemu Kafka lagi. Pada akhir bulan Kafka dan Dora meninggalkan Berlin kembali
ke Praha. Kemudian berpindah ke sanatorium di Kierling, Wina, Austria. Setelah
melalui perjalanan menyedihkan terutama rasa di paru-paru dan tuberkulusis,
Kafka meninggal.
***
(40). Sastrawan dan Deklamasinya – Ludwig Hardt
Ketika saya bertemu Franz Kafka, sekitar setahun sebelum
dia meninggal. Ia merencanakan bepergian ke Italia bersama saya. Saya sempat
mendapat kiriman buku tentang Sibiria dengan tulisan “Bersiap-siaplah untuk
perjalanan bersama ke Italia.“
***
(41). Hari-hari terakhir -- Willy Haas
Seorang perempuan bernama Anna sebagai perawat menyurati
saya. Ia menyebutkan, bahwa yang merawat Kafka selama di sanatorium Dr.
Hoffmann, Kierling, Kolsterneuburg, Austria hingga meninggal pada 3 Juni 1924.
Perawat Kafka itu tak ingin family namenya ditulis. Ia
sama sekali tak tahu siapa Kafka, tetapi rasa empatinya mencerminkan berhati
mulia dan memiliki kepribadian yang agung,
(42). Berita Duka
-- Rudolf Kayser
Berita kematiannya mengingatkan saya pada sebuah gambar
pertemuan kami terakhir. Itu terjadi di Berlin di saat dilanda kesepian dan menderita
karena penyakitnya, namun ia terima dengan senyuman. Ia tinggal di
Villenstrasse, di ujung kota dekat hutan.
Dia ingin mendengarkan cerita saya tentang kehidupan,
buku-buku, theater dan manusia. Dia seperti anak kecil yang begitu jauh dengan
dunia orang dewasa, ada semacam kerinduan sekaligus senyuman.
***
(43). Kenangan pada Paman Saya -- Gerti Kaufman
Saya masih bocah, ketika paman saya meninggal. Dan lagian
saya tak punya ingatan berbicara langsung dengan dia. Termasuk bagaimana ia
berada.
Meskipun begitu, saya masih dengan jelas mengingatnya,
ketika ia membayang-bayangi masa kanak-kanak kami. Adik perempuannya
benar-benar di bawah pengaruhnya. Mereka sangat menghormatinya sebagai jenis
makhluk yang lebih tinggi.
Sebagai bocah kami tak begitu menyukainya. Ia berada di
antara kami, tak begitu dekat dan agak mengerikan. Kami biasanya menghindar
darinya. Saya melihatnya dengan jelas, seorang berpostur besar gelap memegang
serbet di depan mulutnya. Dulu itu dia sudah sering sakit, dan orang sudah
mengira tak mungkin akan menular.
Dia merasa dimanjakan oleh lingkungan. Ia selalu
mendapatkan makanan istimewa. Saya bisa memberi contoh, dia mendapatkan mandel
dan kacang rasa asin dalam satu piring penuh. Kalau saya pasti lebih baik
dimakan sendiri.
Dua adik perempuannya kawin dengan pengusaha. Adik yang
lebih muda seorang doktor bidang hukum. Mereka semua tinggal bersama-sama,
setelah kami sebagai anak-anak semakin dewasa, mendapatkan pengaruh besar dari
paman.
Ibu saya cerita, ketika ia dan 2 kakak perempuannya masih
sebagai bocah, sering mendapat perlakukan tirani dari paman. Masa indah itu
baru tahun-tahun belakangan terjadi. Orang-orang di sekitarnya juga merasakan
kepribadian paman, tanpa harus membaca karya paman.
Tetapi dia disayang oleh banyak orang. Sebaliknya ia tak
merespon balik, bahwa dia sebenarnya telah memintal dunianya sendiri.
Dia juga sangat penuh perhatian pada hal yang
remeh-temeh. Saya masih ingat, misalnya ia memberi hadiah ulang tahun payung
bagi pembantu kakek-nenek kami. Pada setiap ujung payung itu dihias dengan
permen-permen menggantung. Sehingga tampak menjadi payung yang istimewa.
Satu-satunya di lingkungan paman yang paling berüpikiran
negatif adalah ayahnya sendiri. Seandainya seorang anak seperti ayah saya,
lebih baik. Kafka di mata ayahnya sangatlah aneh dan sangat mengecewakan.
Ayahnya adalah seorang pengusaha yang sejak kecil sudah gigih berusaha.
Inginnya sang ayah agar anaknya bisa menggantikannya.
Dengan sebuah impian, perkelahian tak tampak itu terus
bergerak dan menulis buku-buku yang tak dipahami. Dahulu ia tak pegang uang dan
tak tahu harus bagaimana. Paman itu tentu saja menyadari bahwa hubungan dengan
ayahnya mendapatkan ganjalan, karena seluruh hidupnya ta memenuhi permintaan
ayah.
Paman sendiri tidak kawin. Ia suka sekali dengan cara
mendidik anak-anak. Ia mempengaruhi adik-adik perempuannya dan ke anak-anaknya.
Paman menghadiahi buku-buku. Adik-adik perempuannya juga menonton theater, saya
masih ingat, paman menasihati ibu saya, supaya anak-anak kalau sudah berusia10
atau dua belas tahun harus disuruh mandiri pisah dari orang tua. Saya terutama
disuruh kursus menari.
Untuk eksperimen ini, ibu saya tak melakukan. Pastinya
paman mengalami menjadi anak yang tak bahagia. Kemudian saya ingat ucapan paman
yang mengatakan, “Pergi dari sini dengan anak-anakmu itu.“
Kealpaan paman di tengah keluarga, digantikan adik-adik
perempuannya. Ibu saya bertindak seperti adik perempuannya yang paling tua.
Ketiga adik perempuan Kafk sangat sensitif.
Dalam kehidupan ibu, anak-anak bermain, suaminya berperan
sangat positif. Jauh lebih dalam dari pengaruh paman. Tentang makanan, banyak
dicocokkan dengan selera paman. Tetapi karena passifnya paman, maka adik-adik
perempuannya hanya sebatas menghimbau. Tetapi adknya yang paling kecil itu
paling aktif dan energik dan dia berdiri di posisi paman. Antara paman dan adik
perempuan termuda seperti teman kerja, dan sering liburan bersama,
Kematian paman merupakan pukulan bagi adik perempuan
terkecilnya. Berkuasanya Nazi, tiga adik paman dibunuh dengan gas di tempat
penampungan pengungsi di Polandia.
***
(44). Kenangan pada Masa Hidup – Milena Jasenska
Karena surat darinya, saya menjawabnya siang dan malam,
bahwa Frank lebih takut pada cinta dan tak takut pada kehidupan. Tetapi saya
pikir berbeda. Bagi dia kehidupan itu sesuatu yang berbeda daripada kebanyakan
orang pikirkan. Terutama masalah uang, bursa, deviden, pada mesin ketik
benda-benda itu menjadi benda misterius dan teka-taki.
***
(45). Kepribadian - Max Brod
Kata-kata; Horaz dari Maecenas (Penyair Romawi) adalah
yang paling tak ditolak untuk mempersamakan dengan Kafka. Ketika saya membaca
ulang syairnya, saya seperti menemukan Kafka kembali dengan perbedaan
kepribadian dua sosok itu.
***
No comments:
Post a Comment