Judul: Der Bau (Bungker)
Oleh: Sigit Susanto
Di bawah sofa adalah tempat paling nyaman yang dipilih
Gregor Samsa. Dari lorong gelap itu ia bisa bebas bergerak dan mengamati siapa
saja. Fantasi ruang gelap Kafka berlanjut pada saat ia tinggal di Berlin
bersama Dora Diamant selama 11 bulan dengan karyanya berjudul Bungker (Der
Bau).
Pada prosa panjang sebanyak 43 halaman ini Kafka memakai
bentuk Aku-Pencerita. Secara jumlah halaman dan bentuk mirip monolog-interior
mahapanjang sekitar 40-an halaman dalam Ulysses karya James Joyce, yang tak
terdapat koma sama sekali, hanya ada dua titik. Sebuah igauan tokoh Ibu Molly
Bloom tergeletak di ranjang, sambil membayangkan pacarnya Boylan, sementara
suaminya sendiri Leopold Bloom berbaring di sebelahnya.
Jika Joyce dalam menutup novel Ulysses memakai igauan kehidupan
sehari-hari yang dikenal dengan stream of consciousness, Kafka menutup hidupnya
memakai ego tertinggi tokoh Aku mengeksplorasi tenaga dan pikirannya di sebuah
lubang gelap di bawah tanah. Keterpurukan Kafka di Berlin karena frustrasi akan
penyakitnya dan faktor finansial membuatnya seolah ia sedang hidup di sebuah
ruangan gelap bernama Bungker.
Kenapa Bungker? Ada interpretasi, saat Kafka berada di
Praha, ia menyaksikan sendiri pembuatan Bungker, untuk mengantisipasi Perang
Dunia I.
Tokoh Aku membuat sebuah Bungker yang cukup nyaman dan
dari luar hanya terlihat sebuah lubang besar. Di dalam Bungker tersebut sudah
tumbuh gumpalan lumut tebal. Tokoh Aku merasa bisa mati, jika terus-menerus
terdengar suara gaduh yang tak bisa tenang. Tokoh Aku sudah merasa hidup damai
sebetulnya, namun kadang ada orang entah dari arah mana melakukan pengeboran.
Ia maling yang hendak merangsek dan menjadi korban. Tokoh Aku semakin tua renta
untuk melarikan diri dari kejaran musuh lewat pintu yang terbuka.
Tokoh aku yakin pasti ada makhluk yang berada di dalam
tanah yang tak bisa mengenalkan dirinya dan tokoh Aku juga belum pernah
melihatnya. Garukan cakar makhluk itu bisa kedengaran, ia bukan hendak
menolongku, malah bisa menyerangku. Namun tanpa keberadaan dia, aku tak bisa
hidup.
Lewat sebuah jalan besar itu aku bisa menuju ke dunia
luar dengan pintu yang sangat sempit, namun tampaknya tak berbahaya. Aku
menghirup udara, tikus dinding menjadi penghuni di Bungkerku. Adapun yang
terindah dari Bungkerku ini adalah modelnya. Model yang suatu kali bisa menipu
secara tiba-tiba dan terus-menerus dan semua peristiwa itu berakhir. Kadang terdengar suara desiran binatang
kecil, gigi-gigiku yang bisa menenangkan atau tanah berhamburan. Pada usia yang semakin menua, sangat lah indah
memiliki sebuah Bungker seperti ini, berada di bawah atap di saat permulaan
musim gugur.
Di sini Kafka seperti sengaja menaruh musim gugur,
seperti saat ia berada di Berlin mengalami kesulitan hidup dan menderita karena
penyakitnya pada musim gugur tahun 1923.
Secara jarak dalam Bungker itu, di setiap 100 meter
terdapat lorong menuju tempat yang melingkar. Di tempat itu cocok untukku
berguling-guling untuk beristirahat dengan hangat. Di situ lah aku bisa tidur
dengan nyenyak. Aku tak tahu apakah kebiasaan ini berasal dari zaman lampau
atau apakah rumah ini cukup kuat tak berbahaya.
Dari waktu ke waktu saat aku tidur nyenyak, ketakutan.
Aku berbaring pada tempat yang aman, ada lebih dari 50
tempat seperti itu di Bungkerku. Tempatku ini seperti sebuah kastil. Suatu kali
ketika tubuhku capek aku biarkan keluar dan Bungkernya terbuka. Tanahnya
longgar dan berpasir membuat formasi bundar. Aku hanya punya dahi dan dengan
memakai dahiku itu aku bisa ribuan siang dan malam menabrakkan ke tanah dan
yang terbaik bila bisa berdarah-darah.
Di tempat kastil ini aku menyimpan perbekalan yang aku
anggap perlu mengambil dari luar. Aku jarang tergesa-gesa di dalam Bungker,
tetapi aku terganggu jika harus kembali ke tempatku semula. Dalam keadaan kecapekan bisa langsung
tertidur, itu sebuah impian pekerjaan malam semacam tikus yang terjepit di
gigi-gigi.
Aku tidak bisa berlari dengan cara zig-zag. Dulu aku
bilang kepada musuh-musuhku yang tak kelihatan, ini lah pintu masuk ke rumahku.
Dulu ketika aku mulai membangun Bungker ini, aku tak bisa bekerja dengan
tenang. Risikonya memang tak besar, namun pada akhirnya efek dari Bungker ini
banyak mendapat perhatian. Dan jika suatu saat ada yang menyerangnya, apakah
pintu itu bisa menyelamatkan diriku?
Jika serangan terjadi maka aku harus mengerahkan semua peralatan yang
kumiliki untuk melindungi jiwa dan ragaku.
Ruangan Bungker itu seperti labirin dan apakah aku dalam
kebebasan, juga tidak. Aku tak akan mencari lorong-lorong itu, melainkan
membuka hutan. Aku berada di bawah dinding yang berlumut basah. Aku mencari
sebuah tempat sembunyi yang nyaman untuk mengamati pintu masuk Bungkerku.
Kadang muncul mimpi kekanak-kanakan; apakah aman
melakukan pengintaian? Jika aku keluar menghadapi musuh-musuhku. Aku akan
tinggalkan kegiatan mengamati yang lain dan aku sudah muak dengan hidup bebas.
Seandainya aku punya seorang yang bisa aku percaya, aku akan memasang tempat
untuk mengamati dan dengan dia bisa memantau jika bahaya datang, dengan
mengetuk atap lumut. Atau seandainya ada sebuah meja dibuat untukku atau
diberikan orang kepercayaanku. Meja itu dibuat untukku, bukan untuk pengunjung.
Seandainya ada dua pintu yang saling berhubungan, aku
bisa masuk ke pintu pertama dan segera mulai ke pintu kedua. Aku mulai bermimpi
sebuah Bungker yang lengkap. Orang tak hanya melihat sebuah rongga yang
menjamin keamanan, tetapi jika terjadi bahaya, aku akan mengigit gigi
keras-keras, karena Bungker itu tak bedanya dari tempat penyelamatan hidupku.
Bungker itu bagiku sebagai campuran antara kerja yang
mengerikan dan tempat keselamatan, setidaknya itu menurutku. Bungker itu bukan
hanya sebagai lubang penyelamat, jika aku berada di tempat kastil, menatap di
sekeliling terdapat persediaan daging yang bisa dibawa ke sepuluh lorong.
Kenapa aku grogi dan takut, kemungkinannya aku tak akan
menjumpai lagi Bungker ini. Jika sial atau ada kerusakan, maka aku akan amati dulu
dan perbaiki Bungker itu. Aku mulai di lorong kedua, dan bila sudah sampai pada
tempat kastil maka aku punya waktu yang tak terbatas.
Lorongmu dan tempatmu, jika aku sudah sampai di tempat
kastil, hidupku yang lama sekali bodoh itu, aku akan menggigil. Di sini aku tak
akan tidur, tetapi aku akan mengatur supaya bisa dipakai tidur, tidur dengan
sangat nyenyak. Aku akui telah tidur lama sekali, hingga dibangunkan, tetapi
orang perlu tidur lama.
Aku harus berlatih dengan intensif mengamati keterkaitan
saluran udara di Bungker dengan galian yang lain. Galian yang besar itu juga
akan menghasilkan getaran besar pula. Aku tak sampai pada tempat yang
mengeluarkan suara gaduh. Suara gaduh itu teratur berbunyi tapi tak hilang.
Namun hanya memakai alat bor kecil, suara gemuruh itu lenyap. Sebab itu aku
lebih suka terus merangsek lewat lorong-lorong. Semakin banyak waktu terbuang
untukku sebagai rakyat kecil, seharusnya justru telingaku yang harus berlatih
mendengarkan suara bising itu. Hanya telingaku yang semakin sensitif menangkap
suara bising itu, namun di mana terdengar suara bising itu lagi.
Aku kali ini tak mengamati dinding di tempat kastil,
sepertinya ada berita basi yang mendesak, binatang-binatang itu benar-benar
datang dengan kekuatan besar. Salah satu rencana paling indah dariku adalah
membongkar Bungker dari bawah tanah ini. Setelah itu dindingnya disesuaikan
setinggi tubuhku. Di Bungker itu dilengkapi jalan melingkar tempat kastil
hingga ruangan pada sisi fundamennya.
Kepekaan telingaku semakin terganggu mungkin karena
Bungker itu menjadi besar di tahun ini. Namun jika makhluknya kecil yang tak
mendengar apa-apa. Mungkin itu hanya bayanganku yang tertuju pada binatang
kecil yang aku tak pernah melihatnya. Padahal aku sudah cukup lama mengamati
dan tinggal di bawah Bungker ini. Tetapi dunia memang berjenis-jenis dan tak
pernah tahu datangnya sebuah kejutan. Tetapi itu tak berlaku bagi setiap
binatang, bisa jadi sekawanan binatang yang tiba-tiba terperosok ke dalam
lingkunganku. Sekawanan binatang kecil yang mudah didengarnya. Bisa jadi itu
binatang yang belum dikenal. Semacam sekawanan binatang yang sedang mengungsi
pada kesempatan terpaksa dan menggangguku. Namun jika mereka itu binatang yang
belum dikenal, kenapa aku tak melihatnya. Padahal aku sudah membuat banyak
sekali galian, supaya bisa menangkap mereka, tapi tak satu pun bisa kutangkap.
Mungkin itu binatang-binatang yang kecil saja, yang jauh lebih kecil dari yang
aku kenal dan hanya membuat suara gaduh yang lebih besar. Sebab itu aku
menyelidiki di beberapa galian tanah, aku lempar gumpalan ke atas, itu lah
bagian terkecil yang sudah terkoyak-koyak. Toh serpihan binatang kecil itu
bukan yang menghasilkan suara gaduh.
Aku sekarang akan mengubah rencana, yakni langsung
menggali lubang yang lebih besar dan mengarahkan ke sumber suara gaduh itu.
Sementara aku abaikan semua teori, yang paling utama adalah menemukan suara
gaduh itu. Mengamati artinya beberapa jam mengamati dengan mendengarkan secara
intensif, dan mencatatnya dengan sabar, bukan berjam-jam menempelkan telinga di
dinding.
Dengan mata terpejam aku harus marah dengan diriku
sendiri dan menggigil seperti waktu sebelumnya, ketika aku sudah tak paham
lagi. Rencana baruku yang masuk akal itu menjeratku dan tak juga terpuruk.
Rencana itu, setidaknya aku tahu tak menghalangi, yang utama rencana itu harus
mencapai tujuan. Adapun suara gaduh itu memang sudah menjadi risiko sebuah
galian, karena aku tak mempercayainya.
Paling tidak aku harus mengatasi kerusakan-kerusakan yang
terjadi dari pekerjaanku membuat Bungker. Pekerjaan itu memakan banyak waktu
dan galian baru itu harusnya sampai tujuannya, karena memerlukan waktu lama,
maka jangan sampai sia-sia.
Aku bisa saja menghentikan pembangunan Bungker itu,
kemudian pulang ke rumah dan jika tak melakukannya, udara di tempat kastil tak
akan terjangkau. Tapi kali ini sangatlah sulit, aku sendiri terpuruk, selalu
saja saat berada di tengah pekerjaan, aku tempelkan telingaku di dinding,
lagi-lagi tak terdengar suara tanah yang berhamburan.
Jika aku datang dan semakin tercipta rasa damai, maka
semua sudah beres. Dalam sebuah dongeng, semuanya akan melayang, karena memang
dongeng termasuk kategori menghibur. Lebih baik sekarang langsung dikerjakan
saja, daripada terhenti, lebih baik berlanjut, menyusuri lorong-lorong dan
memastikan tempat-tempat yang menghasilkan suara gaduh. Kadang aku dengarkan,
suara itu terhenti cukup lama, kadang berdesis, cocok dengan darahnya di
telinga, perlahan suara berdesis itu lenyap.
Sudah tak bisa dengarkan lagi, melompat, sepanjang hidupnya membuat
sebuah lingkaran dan menjadi sumber yang umum.
Tiba-tiba aku tak mengerti lagi dengan rencanaku semula,
aku tak bisa menemukan lagi pemahaman itu dulu, aku tinggalkan saja pekerjaan
itu dan membiarkan suara gaduh itu, aku sekarang tak akan melanjutkan lagi
pencarian, karena aku sudah cukup banyak menemukan, aku biarkan semuanya, aku
sudah bahagia, jika tidak aku hanya berkecamuk dengan diri sendiri. Aku mulai
menjauh dari lorong-lorong itu, sejak aku pulang dan belum melihatnya.
Sejauh ini aku kesasar, hingga sampai pada labirin,
tempat itu yang menyesatkan diriku pada langit-langit yang berlumut. Atas
kejadian ini membuat daya tarikku pudar. Aku akhirnya naik dan mendengarkan,
benar-benar tenang dan tak ada orang yang mengurus Bungkerku. Tiap orang sibuk
dan tak ada yang memperhatikanku, bagaimana aku harus memperkerjakan.
Di sini di langit-langit berlumut mungkin merupakan
satu-satunya tempatku, aku bisa berjam-jam memaklumi untuk mendengarkan. Dan
suara berisik itu didengar dari mana-mana dan selalu kerasnya sama, baik siang
maupun malam. Tentu saja pasti dikira itu banyak suara binatang kecil, aku
sendiri yang membuat galian harus aku temukan binatang-binatang kecil itu,
tetapi tak berhasil kutemukan.
Keberadaannya seperti binatang-binatang besar, tapi yang muncul
binatang-binatang kecil.
Aku tak mau tertipu, karena sudah lama aku hanya bermain
dengan lamunan, sehingga jauh dari niat mendengarkan. Peristiwanya mirip
seorang pejalan yang menyusuri lorong bebas, buminya bergetar pada galian itu.
Sekarang suara gaduh itu semakin keras pada wilayah yang
sempit. Aku banyak memikirkan jenis suara-suara gaduh itu, suara berdesis atau
bunyi peluit. Namun jika aku menggaruk tanah, suaranya jadi berbeda. Begitu lah
aku hanya bisa menjelaskan tentang suara berdesis itu, bahwa peralatan terbesar
yang dipakai binatang-binatang itu bukan cakar mereka, karena cakar itu mungkin
hanya dipakai saat dibutuhkan bantuan, melainkan mereka memakai moncongnya,
atau telalainya. Ketika telalai itu ditekankan ke tanah dan merobohkan segumpal
tanah, aku tak mendengarkan sama sekali.
Bagaimana aku begitu lama bahagia dan tenang? Siapa yang
menghindari musuh, musuh yang melingkari kepemilikanku. Aku berharap sebagai
pemilik Bungker yang punya kekuasaan terhadap setiap pendatang.
Perbedaan yang sangat mencolok adalah saat awal-awal
berdirinya membuat Bungker. Awalnya aku hanya sebagai pembelajar kecil yang
membuat lorong pertama. Lorong labirin pertama itu sangat acak-acakan di tempat
kecil. Dalam hidupku ini selalu banyak istirahat saat bekerja, di dalam
tumpukan galian tanah itu, tiba-tiba suara berdesah itu menjauh. Muda seperti
aku sendiri, sehingga aku lebih penasaran daripada takut.
Aku penasaran, santai dan tenang. Mungkin aku berada di
Bungker asing, pikirku. Dan pemilik Bungker itu menyeret aku kemari. Tetapi
memang aku masih muda dan tak punya Bungker, dan aku bisa santai dan tenang.
Dan aku berjalan menuju jalan panjang untuk kembali ke
Bungker. Aku menggeleng-gelengkan kepala, aku tak punya. Aku juga tak akan
datang ke tempat kastil, seperti yang sudah direncanakan. Aku akan menuju
tempat penelitian. Aku akan mencari rencana penguraian tentang binatang itu.
Tetapi aku paham jenis binatang itu tak ada. Mungkin saja binatang-binatang itu
menggali di Bungkernya sendiri. Jika binatang itu termasuk yang spesial,
mungkin akan membuat Bungker dekat dan bertetangga dengan Bungkerku. Setidaknya
di Bungkerku tak ada suara gaduh lagi.
Setidaknya saat pembuatan Bungker itu sering terdengar
suara geduh yang tak berubah.
Sampai di sini rangkuman karya berjudul Bunger ini
selesai. Menurut beberapa sumber, karya ini tidak utuh, halaman terakhir hilang
dan Dora Diamant dianggap yang menghilangkan. Apakah secara sengaja atau tidak,
kurang tahu.
Ada analisis bahwa binatang itu juga sosok Kafka sendiri,
adapun suara-suara gaduh itu bukan dari luar Bungker, melainkan dari dalam
tubuhnya sendiri yang saat itu menderita sakit TBC.
***
Ilustrasi oleh Neni Fajariah
No comments:
Post a Comment