Pertama kali aku mengenal Kafka dari terjemahan
Metamorfosis-nya Kang Eka Kurniawan yang dipajang pada website bumimanusia
tahun 2001. Kepenasaranku melonjak, pada Agustus 2001, aku bertandang ke rumah
kelahiran dan makam Kafka di Praha. Dari situ aku mulai sedikit berhasrat
koleksi karya-karyanya. Aku coba terjemahkan untuk keperluan sendiri dua
cerpennya, Di Depan Hukum (Vor dem Gesetz) dan Pemburu Gracchus (Der Jäger
Gracchus).
Pelan-pelan aku mulai tahu, ternyata karya Kafka banyak
diperdebatkan dalam setiap diskusi sastra Jerman. Baik pembicaraan sastra di TV
maupun di media cetak, Kafka sering disinggung. Adakalanya disebut punya
kesamaan dengan penyair klasik Jerman, Heinrich von Kleist. Bahkan tahun
1950-an, ada istilah “Kafka-Mode.“ Banyak penulis muda ingin meniru model
Kafka. Berangsur-angsur Kafka menjadi sebuah adjektif. Barangsiapa
bereksperimen dengan gaya Kafka, akan dijuluki bergaya, kafkaesken. Tercatat
sekitar 160-an analisis.
Setelah baca beberapa cerpennya dan Trilogi Novelnya,
Puri (Das Schloss), Amerika, dan Proses (Der Prozess), memberanikan diri untuk
mencoba terjemahkan Proses (Der Prozess). Baru sampai 2 bab, langsung terhenti.
Awal tahun 2006 Kang Akmal N. Basral mencanangkan dua usulan, agar Apsas punya
proyek karya sendiri. Pertama, apresiasi prosa khusus Sri Kandi Apsas, akhirnya
berhasil diterbitkan oleh Akoer, Juni 2006 dengan judul Selasar Kenangan.
Kedua, terjemahan novel Kafka berjudul Der Prozess, yang akan aku kerjakan.
Dari Kata ke Kata
Sungguh aku bukan penerjemah yang profesional dan
efektif. Bagaimana tidak, naskah setebal 193 halaman itu aku terjemahkan “dari
kata ke kata.“ Dengan keterbatasan bahasa Jermanku, maka sehari aku hanya mampu
nerjemahkan 1-2 halaman. Selebihnya kepayahan. Kesulitanku terbesar untuk
merangkai kalimat-kalimat yang panjang dan berjibun koma. Seperti kita tahu,
tata bahasa Jerman, luar biasa sulit. Sebuah kalimat belum bisa dimengerti
sebelum kita baca sampai pada kata paling akhir. Susunan kalimatnya, bukan aku
akan pergi ke sekolah, tapi aku akan ke sekolah pergi (Ich will zur Schule
gehen). Kesulitan yang lain, untuk membedakan mana yang sebagai objek penderita
(Akkusativ) dan objek penyerta (Dativ). Sulit ditebak, siapa bicara dengan
siapa? Tak heran, barusan ada kritik dari pembaca Jerman atas “Saman” di mana
perspektif subjek dalam bahasa Indonesia, kadang tidak jelas.
Kosa-kata yang dipakai Kafka juga ada beberapa yang
termasuk bahasa Jerman kuno, yang tidak ditemui di kamusku. Misal, kata
Otomana. Kalau sudah begitu, aku bertanya pada forum diskusi sastra Jerman di
internet. Ternyata aku nemukan jawaban dari sana, Otomana adalah sofa khas
Turki. Karena Kafka seorang doktor ilmu hukum, novel ini juga sering diselipkan
istilah hukum. Ada istilah Gefängnis Kaplan, ini aku sama sekali tidak tahu.
Untungnya punya kenalan Birgit Lattenkamp di Hamburg. Kebetulan dia lagi
nerjemahkan Tarian Bumi-nya Oka Rusmini menjadi Erdentanz. Birgit kasih tahu,
kalau Gefängnis Kaplan adalah pendeta yang suka mendatangi penjara. Kadang
Birgit juga minta bantuan aku, tuk mengartikan istilah yang dipakai Oka.
Tersenyum juga, dengan pertanyaan yang tidak dimengerti olehnya. Mungkin juga
dia tersenyum, saat kutanya hal sulit bagiku, tapi hal mudah bagi dia. Birgit
pernah tanya, apa maksudnya ….bagi kasta Barhmana tidak boleh makan nasi sisa?
Birgit maksudkan, nasi sisa adalah nasi yang habis dimakan orang lain. Padahal
dalam konteks mitologi Hindu, nasi sisa, bisa pula nasi yang masih kebul-kebul,
tapi cara mengambilnya, orang yang berkasta Brahmana tidak boleh belakangan,
harus didahulukan. Sebab itu bila orang Brahmana mengambil nasi belakangan,
setelah orang lain yang berkasta rendahan, bisa disebut nasi sisa. Sisa lebih
mengacu ke arti hirarkis-feodalis, bukan sisa nasi habis dimakan orang lain
secara transparan.
Suatu kali Birgit mengirim tulisan dari internet yang
menyatakan, bahwa karya Kafka dianggap heiligtum (disucikan). Sebab saat Kafka
nulis belum selesai. Kemungkinan salah diedit oleh kawannya Max Brod. Beberapa
penerbit karya Kafka di Jerman bersepakat, tidak berani mengubah dibiarkan apa
adanya dengan kesalahan itu, biar otentik. Sebab itu terjemahanku, aku tulis
apa adanya seperti pada teks aslinya, yakni tidak ada pembuka paragraf yang
menjorok ke dalam. Pada terjemahn ini aku beri catatan:
Catatan dari Penerjemah:
*Frau artinya nyonya, *Fräulein artinya nona. Pada teks
ini terdapat dua tokoh perempuan yang berbeda, yakni Frau Grubach (Nyonya
Grubah) dan Fräulein Bürstner (Nona Bürstner). Memahami teks Kafka banyak
bersinggungan dengan dunia simbol. Kafka pernah tiga kali gagal bertunangan
dengan perempuan yang sama bernama Felice Bauer. Sosok Felice Bauer sangat
besar pengaruhnya pada novel ini dan karya lainnya. Nama Felice Bauer dengan
inisial FB, sepadan dengan tokoh bernama Fräulein Bürstner (FB). Bila panggilan
Fräulein diganti dengan nona, berarti akan menghasilkan inisial NB (Nona
Bürstner). Sebab itulah dipertahankan panggilan aslinya Fräulein Bürstner
dengan tujuan mempertahankan persamaan inisial FB untuk Felice Bauer. Adapun
panggilan untuk Frau (Nyonya) Grubach, semata-mata menyeimbangkan atas
penggunaan panggilan Fräulein.
Kadang kala aku bertanya pula pada istri, namun jawabnya
sering,…tahu novel sulit, kamu terjemahkan. Cara lain mengatasi kesulitan, aku
membeli terjemahannya yang bahasa Inggris The Trial. Ada dua yang kubeli,
terbitan Penguin dan Vintage. Dua terjemahan itu kadang aku pakai sebagai
pembanding. Terutama kalau aku nemukan kalimat yang rumit. Terbitan Vintage ini
diterjemahkan oleh Edwin Muir. Pada bukunya J.M. Coetzee Stranger Shores disebutkan,
bahwa Muir inilah penerjemah karya Kafka pertama ke dalam bahasa Inggris. Muir
mengakui, pembacanya yang berakar budaya anglo-saxon tidak paham gaya tulisan
Kafka. Tapi Muir nekad, begitulah dia memperkenalkan karya yang otentik. Muir
menilai, bahwa ritme tulisan Kafka seperti catatan perjalanan. Bergerak dari
hitungan menit ke menit.
Masih penasaran, agar terjemahanku tidak terlalu meleset
jauh dari teks aslinya, untung pada TV Jerman sering ditayangkan film-filmnya
Kafka. Novel Proses ini aku sudah tonton 4 kali. Aku teliti dari adegan ke
adegan, apakah sang tokoh naik mobil atau kereta di zaman dulu? Film hitam
putih yang terkesan seperti film horor itu, punya ending yang berbeda. Pada
novel tokoh Josef K mati ditusuk pisau, sedang dalam film tokoh tersebut
dibunuh dengan alat peledak. Mungkin ini untuk mengelabuhi penonton agar tidak
terkesan brutal.
Du: Kamu, Sie: Anda
Mungkin salah satu kelebihan menerjemahkan naskah dari
bahasa Jerman ke bahasa Indonesia adalah faktor subjek. Dalam bahasa Jerman,
penggunaan subjek hirarkis seperti di bahasa Indonesia.
Misal: Du untuk Kamu dan Sie untuk Anda. Nah, dalam
terjemahan Proses ini, tokoh Josef K memanggil Leni, (pembantu pengacara)
memakai Sie (Anda). Sedang Josef K bicara dengan pamannya bilang Du (Kamu).
Gaya Kafka memang agak aneh. Sesama anak muda Josef K tetap panggil Sie (Anda).
Bahasa Jerman tidak sedemokratis bahasa Inggris. Di mana
subjek: You, bisa dipakai untuk Kamu atau Anda. Sebab itu bila naskah bahasa
Jerman diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, lalu ke bahasa Indonesia,
kemungkinan akan main tebak-tebak tebu, dengan subjek You.
Akhirnya terjemahan itu bisa kutamatkan. Meskipun rasa
bosan sering timbul, setiap kali menemui kata sulit dan rangkaian yang rumit,
tapi bagiku tetap menyenangkan. Paling pokok adalah sebagai upaya belajar yang
murah. Kadang aku berpikir, menerjemahkan karya seperti membaca karya 10 kali.
Di samping itu aku bisa mulai tahu kosa kata yang sering dipakai Kafka, misal:
jendela, lilin, gelap, foto. Empat kata itu juga muncul di karya-karyanya yang
lain. Meskipun terjemahan itu belum jadi buku, ada rasa puas. Menurut
informasi, Goethe-Institut ikut peduli membantu terjemahan dari karya bahasa
Jerman ke bahasa kita. Entah apa langkah itu juga dilakukan British Council dan
Alliance France? Sekarang aku sudah mulai lagi dengan nerjemahkan karya Kafka
berjudul Surat untuk Ayah (Brief an den Vater).
***
No comments:
Post a Comment