Sunday, June 14, 2020

[Franz Kafka di Praha] Analisa dan Kritik

(foto pixabay.com, Patung Monumen Franz Kafka Praha)
Sigit Susanto

Brod menggambarkan gaya penulisan Kafka yang di benarkan oleh Kafka sendiri;"Orang harus menulis masuk kedalam kegelapan, seperti pada sebuah terowongan". Pengalaman bergaul dengan Kafka, Brod meyakinkan; "Dengan Kafka membicarakan masalah abstrak, hampir tak mungkin, dia berpikir dalam gambar-gambar dan bicara dalam gambar-gambar pula". Brod mengungkapkan keberhasilannya mendokumentasikan figur dan karya Kafka; "Adalah sebuah kebahagiaan bisa dekat di sampingnya, bacalah beberapa kalimat dari Kafka, nanti akan menjumpai lidah, nafas, kemanisan, yang belum pernah dialami, Kafka bekerja selalu tanpa rencana dan bacalah seluruh tuntunan inspirasinya yang singkat".

Peter U.Beicken, seorang peneliti karya Kafka dari Universitas Princeton dalam bukunya; "Franz Kafka, sebuah pengantar kritis dalam penelitian", (Franz Kafka, Eine Kritische Einführung in die Forschung) menyebutkan;...Jarang orang bertanya tentang seni Kafka,...Kafka tidak membahas tentang masalah Agama, Metafisik atau Moral, melainkan kepenyairan...Kafka tidak mengajarkan kita Teologi maupun Filosofi, melainkan satu-satunya sebagai Penyair. Bahwa kepenyairan dia yang gemilang, sekarang telah menjadi mode, yang banyak di baca orang, bukan bakat dan bukan diminati, menerima kepenyairan, dia tidak bersalah.

Kelompok sastrawan kritis Jerman pasca perang dunia kedua yang menamakan diri, "Kelompok 47", yang dipelopori oleh Hans Werner Richter, pada tahun 1951 telah membahas dan mengkritisi karya sastra prosa dari figur sastrawan seperti; Hemingway dan Dos Passos. Pada diskusi sastra kritis itu, juga dimunculkan ide membahas karya Kafka. Seorang pengikut diskusi berkata; "Ketika menyebut nama Kafka, saya jadi teriak dengan kejang, sudah 21 kali saya usulkan untuk dibahas tak kunjung tiba. Kafka disini jangan hanya dimengerti sebagai kategori analisa, melainkan sebagai pengetahuan yang tertinggi untuk semua sastra, baik yang menolak maupun yang akan mengikutinya".

Martin Walser, tahun 1953 dalam sebuah diskusi kelompok 47 mengatakan; "Kafka adalah sebagai figur yang berbahaya". Pengkritik lainnya berkata; "Kalau saya akan membaca karya Kafka, lebih baik saya membaca diri Kafka".

Herman Hesse, penyair Jerman peraih nobel sastra tahun 1946 mengatakan; "Kafka bukan saja seorang penyair dari wajah intensitas yang langka, melainkan juga sebagai manusia yang alim, beragama, bila juga sebuah dari masalah, termasuk model Kierkegaard ...., fantasinya menuntut realitas yang membara, sebuah perumusan hal kehidupan agama yang mendesak".

Andre Gide, sastrawan Perancis berpendapat tentang Kafka; "Saya tak tahu akan bilang apa, apa yang saya kagumi; Penceritaan ulang yang alami sebuah dunia fantastik, melalui ketelitian yang rumit dari potret yang masuk akal, atau keberanian riil dari pembalikan terhadap kerahasiaan".

Menurut analisa dalam sejarah sastra Jerman oleh Grabert, Mulot dan Nürnberger disebutkan; "Tokoh-tokoh manusia dalam karya Kafka bekerja seperti hantu, yang harus bergerak menuruti sebuah kemauan yang belum diketahui dan dimengerti; mereka hidup di bawah tekanan, mundur dari sangsi hukum, tanpa tahu, siapa yang telah menutupi hukuman mereka; seperti dalam pengembaraan impian menakutkan, mereka berada dalam alam abstrak yang kesana-kemari, tanpa tahu menemukan jalan keluarnya; dan langsung lurus, bahwa mereka akan datang dengan bebas, mereka selalu terjerat dalam kesalahan yang dalam. Bukan mengarah ke sebuah moralitas, melainkan pada sebuah kesalahan eksistensial manusia. Kafka bertobat untuk sebuah kehilangan, dimana dia tidak tahu, dan mencari sesuatu, yang dia tidak ketahui. Seperti dalam mimpi buruk terdapat tempat dan waktu, untuk mengangkat konsekwen psikologis dan sebab-akibat, dan dalam unsur-unsur impian dunia sihir menuju sebuah aturan hukum yang mapan. Model Realisme-magic telah di tunjukkan dalam fragmen romannya berjudul; "Puri" (Der Schloss)". Dalam paradoks yang di tunjukkan, Kafka membelokkan wejangan Tuhan menjadi; "Siapa mencari, tidak menemukan, siapa tidak mencari, akan ditemukan. Pada jalan keluar dunia, tanpa belas kasihan memandang manusia". Kafka mengatakan; "Dengan noda duniawi yang tampak dilihat mata, seperti di dalam situasi dari seorang penumpang kereta api, yang dapat musibah di terowongan panjang, dan benar-benar sebuah posisi, dimana orang tak melihat lagi lampu awal, sedang lampu akhir tapi hanya kecil, bahwa pandangannya harus selalu dicari terus-menerus dan terus-menerus hilang, dimana antara awal dan akhir tidak yakin lagi.

Theodor Adorno tahun 1953 dalam acara TV mengkritik tajam; "Karya Kafka berisi berita-berita yang tertutup dari penyakit skizofrenia sosial yang sedang sembuh".

Georg Lukàc tahun 1958 dalam kritik marxismenya terhadap karya Kafka berkata; "Bertentangan dengan kesalahpahaman dalam realisme".

Günther Grass, sastrawan Jerman peraih nobel sastra tahun 1999 terus terang mengatakan; "Dalam proses pembuatan prosa panjang saya yang berjudul "Almari" (Die Schranke) mengambil gaya Kafka sebagai sastrawan awal ekspresionis.

Susan Sontag, sastrawati dan kritikus sastra asal Amerika tahun 1964 menulis dalam esainya yang terkenal berjudul "Melawan Interpretasi" (Against Interpretation); "Bahwa karya Kafka telah menjadi sebuah penindasan massa". Ada dua hal; pertama penindasan masa itu bisa berhasil dan karyanya tak bisa dihindarkan, berkembang dan mengalir, dibiarkan terbukti di seluruh dunia. Tapi benar, berhubungan dengan Kafka membuat kejemuan tertentu yang sesungguhnya, orang akan protes dengan ketidak nafsuan, orang bicara dari kejemuan.

Heinz Politzer, seorang guru besar sastra Jerman di Berkeley/Kalifornia pernah ikut menyelenggarakan pameran karya Kafka bersama Brod di Wina berpendapat; "Seorang manusia seperti Kafka, tak akan pernah ada, ritme hidupnya monoton, karena keadaan yang membosankan itu di taklukkan secara berulang-ulang dari suasana eksistential dan di bawa ke dalam karyanya, itu wajar menceritakan sejarah (dan sejarah seperti apa!). Kafka muda lebih terbuka pada masalah-masalah sosial, kemudian menjadi revolusioner. Kafka hanya mengulang-ngulang variasi yang tak ada hentinya. Sejarah dari kehidupan Kafka adalah sebuah biografi bagian dalam dari karya seorang biarawan yang sakit, sejenis sebuah buku gambar, yang mana kitab sucinya untuk kaum miskin yang bebas, bukti berdarah seorang Yahudi, yang menyerahkan tanda bukti tersebut dalam karyanya untuk merendahkan dan menghina, orang yang mengikutinya".

Marcel Reich-Ranicki, kritikus sastra kelas wahid di Jerman, keturunan Yahudi kelahiran Polandia, tahun 1984 tepatnya 60 tahun setelah kematian Kafka, menulis buku berjudul; "Ulasan ulang tentang Sastrawan Jerman masa lampau", (Nachprüfung über deutsche Schrifteller von gestern). Ranicki membahas beberapa figur sastrawan Jerman beserta karyanya yang sebagian besar bangsa Yahudi, termasuk Kafka. "Sekarang 60 tahun kematian Kafka, kita makin lebih tahu, menunjukkan bahwa pendapat-pendapat dari tindakannya yang ragu-ragu atau pandangannya yang tak berciri menasehati dari karya-karyanya yang tak bisa dihapus, di rubah dan- dibedakan dengan karyanya yang lampau". Tampaknya acara seabad kelahiran Kafka (1883-1983), juga tidak untuk pengupas pendapat-pendapat tentang karyanya atau tentang kesediaan menyatakan pandangan-pandangan, melainkan justru menghubungkan dengan sebuah buku yang berakar dari model karya Kafka. Lebih jauh Ranicki berpendapat; "Karya Kafka adalah penggambaran sebuah perlawanan dengan rasa takut; takut akan penghinaan dan ketidak mandirian, takut akan siksaan dan kekejaman, takut akan Ayahnya dan keluarganya, takut akan kelemahan dan impoten, takut karena tidak memiliki tanah air dan perkumpulan, takut akan nasib bangsa Yahudi, takut akan kematian dan juga kehidupan." Ranicki menyitir pengakuan Kafka; "Kalau saya menulis, saya merasa terobek, tidak tenang dan takut". Oleh karena itu amat sulit untuk menemukan seorang sastrawan dalam sejarah sastra dunia, yang cenderung bisa melebihi egosentrik dan mengarah ke penonjolan pada umum (Exhibisionismus). Namun setelah beberapa tahun kematian Kafka, Brod menandaskan ; "Setiap jenis Egosentrisme, di tolak oleh Kafka". Ranicki mengkritik; "Dalam dunia epos Kafka lebih menonjol figur wanita atau sedikit negatif, sering berhati dingin dan marah". Antara buku hariannya dan surat-suratnya terasa tak ada bedanya, semua yang tak memperbincangkan hal sastra, membuat Kafka merasa bosan, prinsipnya jelas tanpa dilema antara sastra atau hidup. Ketakutan yang permanen pada wanita membuat krisis kepribadiannya-setiap krisis identitas yang muncul, kita berterima kasih, karena menghasilkan roman dan karya-karyanya dalam bentuk cerita dan telah berkali-kali dia analisa dan komentari, sebuah karya "Surat untuk Ayah" yang amat terkenal. Mungkin bagi kehidupan Kafka, hanya ada seorang perempuan yang bisa dia cintai, tanpa rasa takut yaitu adik perempuannya Ottla.
***

No comments:

Post a Comment