(foto pixabay.com, Patung Monumen Franz Kafka Praha)
Sigit Susanto
Brod menggambarkan gaya penulisan Kafka yang di benarkan
oleh Kafka sendiri;"Orang harus menulis masuk kedalam kegelapan, seperti
pada sebuah terowongan". Pengalaman bergaul dengan Kafka, Brod meyakinkan;
"Dengan Kafka membicarakan masalah abstrak, hampir tak mungkin, dia
berpikir dalam gambar-gambar dan bicara dalam gambar-gambar pula". Brod
mengungkapkan keberhasilannya mendokumentasikan figur dan karya Kafka;
"Adalah sebuah kebahagiaan bisa dekat di sampingnya, bacalah beberapa
kalimat dari Kafka, nanti akan menjumpai lidah, nafas, kemanisan, yang belum
pernah dialami, Kafka bekerja selalu tanpa rencana dan bacalah seluruh tuntunan
inspirasinya yang singkat".
Peter U.Beicken, seorang peneliti karya Kafka dari
Universitas Princeton dalam bukunya; "Franz Kafka, sebuah pengantar kritis
dalam penelitian", (Franz Kafka, Eine Kritische Einführung in die
Forschung) menyebutkan;...Jarang orang bertanya tentang seni Kafka,...Kafka
tidak membahas tentang masalah Agama, Metafisik atau Moral, melainkan kepenyairan...Kafka
tidak mengajarkan kita Teologi maupun Filosofi, melainkan satu-satunya sebagai
Penyair. Bahwa kepenyairan dia yang gemilang, sekarang telah menjadi mode, yang
banyak di baca orang, bukan bakat dan bukan diminati, menerima kepenyairan, dia
tidak bersalah.
Kelompok sastrawan kritis Jerman pasca perang dunia kedua
yang menamakan diri, "Kelompok 47", yang dipelopori oleh Hans Werner
Richter, pada tahun 1951 telah membahas dan mengkritisi karya sastra prosa dari
figur sastrawan seperti; Hemingway dan Dos Passos. Pada diskusi sastra kritis
itu, juga dimunculkan ide membahas karya Kafka. Seorang pengikut diskusi
berkata; "Ketika menyebut nama Kafka, saya jadi teriak dengan kejang,
sudah 21 kali saya usulkan untuk dibahas tak kunjung tiba. Kafka disini jangan
hanya dimengerti sebagai kategori analisa, melainkan sebagai pengetahuan yang
tertinggi untuk semua sastra, baik yang menolak maupun yang akan
mengikutinya".
Martin Walser, tahun 1953 dalam sebuah diskusi kelompok
47 mengatakan; "Kafka adalah sebagai figur yang berbahaya".
Pengkritik lainnya berkata; "Kalau saya akan membaca karya Kafka, lebih
baik saya membaca diri Kafka".
Herman Hesse, penyair Jerman peraih nobel sastra tahun
1946 mengatakan; "Kafka bukan saja seorang penyair dari wajah intensitas
yang langka, melainkan juga sebagai manusia yang alim, beragama, bila juga
sebuah dari masalah, termasuk model Kierkegaard ...., fantasinya menuntut
realitas yang membara, sebuah perumusan hal kehidupan agama yang
mendesak".
Andre Gide, sastrawan Perancis berpendapat tentang Kafka;
"Saya tak tahu akan bilang apa, apa yang saya kagumi; Penceritaan ulang
yang alami sebuah dunia fantastik, melalui ketelitian yang rumit dari potret
yang masuk akal, atau keberanian riil dari pembalikan terhadap kerahasiaan".
Menurut analisa dalam sejarah sastra Jerman oleh Grabert,
Mulot dan Nürnberger disebutkan; "Tokoh-tokoh manusia dalam karya Kafka
bekerja seperti hantu, yang harus bergerak menuruti sebuah kemauan yang belum
diketahui dan dimengerti; mereka hidup di bawah tekanan, mundur dari sangsi
hukum, tanpa tahu, siapa yang telah menutupi hukuman mereka; seperti dalam
pengembaraan impian menakutkan, mereka berada dalam alam abstrak yang
kesana-kemari, tanpa tahu menemukan jalan keluarnya; dan langsung lurus, bahwa
mereka akan datang dengan bebas, mereka selalu terjerat dalam kesalahan yang
dalam. Bukan mengarah ke sebuah moralitas, melainkan pada sebuah kesalahan
eksistensial manusia. Kafka bertobat untuk sebuah kehilangan, dimana dia tidak
tahu, dan mencari sesuatu, yang dia tidak ketahui. Seperti dalam mimpi buruk
terdapat tempat dan waktu, untuk mengangkat konsekwen psikologis dan
sebab-akibat, dan dalam unsur-unsur impian dunia sihir menuju sebuah aturan
hukum yang mapan. Model Realisme-magic telah di tunjukkan dalam fragmen
romannya berjudul; "Puri" (Der Schloss)". Dalam paradoks yang di
tunjukkan, Kafka membelokkan wejangan Tuhan menjadi; "Siapa mencari, tidak
menemukan, siapa tidak mencari, akan ditemukan. Pada jalan keluar dunia, tanpa
belas kasihan memandang manusia". Kafka mengatakan; "Dengan noda
duniawi yang tampak dilihat mata, seperti di dalam situasi dari seorang
penumpang kereta api, yang dapat musibah di terowongan panjang, dan benar-benar
sebuah posisi, dimana orang tak melihat lagi lampu awal, sedang lampu akhir
tapi hanya kecil, bahwa pandangannya harus selalu dicari terus-menerus dan
terus-menerus hilang, dimana antara awal dan akhir tidak yakin lagi.
Theodor Adorno tahun 1953 dalam acara TV mengkritik
tajam; "Karya Kafka berisi berita-berita yang tertutup dari penyakit
skizofrenia sosial yang sedang sembuh".
Georg Lukàc tahun 1958 dalam kritik marxismenya terhadap
karya Kafka berkata; "Bertentangan dengan kesalahpahaman dalam
realisme".
Günther Grass, sastrawan Jerman peraih nobel sastra tahun
1999 terus terang mengatakan; "Dalam proses pembuatan prosa panjang saya
yang berjudul "Almari" (Die Schranke) mengambil gaya Kafka sebagai
sastrawan awal ekspresionis.
Susan Sontag, sastrawati dan kritikus sastra asal Amerika
tahun 1964 menulis dalam esainya yang terkenal berjudul "Melawan
Interpretasi" (Against Interpretation); "Bahwa karya Kafka telah
menjadi sebuah penindasan massa". Ada dua hal; pertama penindasan masa itu
bisa berhasil dan karyanya tak bisa dihindarkan, berkembang dan mengalir,
dibiarkan terbukti di seluruh dunia. Tapi benar, berhubungan dengan Kafka
membuat kejemuan tertentu yang sesungguhnya, orang akan protes dengan ketidak
nafsuan, orang bicara dari kejemuan.
Heinz Politzer, seorang guru besar sastra Jerman di
Berkeley/Kalifornia pernah ikut menyelenggarakan pameran karya Kafka bersama
Brod di Wina berpendapat; "Seorang manusia seperti Kafka, tak akan pernah
ada, ritme hidupnya monoton, karena keadaan yang membosankan itu di taklukkan
secara berulang-ulang dari suasana eksistential dan di bawa ke dalam karyanya,
itu wajar menceritakan sejarah (dan sejarah seperti apa!). Kafka muda lebih
terbuka pada masalah-masalah sosial, kemudian menjadi revolusioner. Kafka hanya
mengulang-ngulang variasi yang tak ada hentinya. Sejarah dari kehidupan Kafka adalah
sebuah biografi bagian dalam dari karya seorang biarawan yang sakit, sejenis
sebuah buku gambar, yang mana kitab sucinya untuk kaum miskin yang bebas, bukti
berdarah seorang Yahudi, yang menyerahkan tanda bukti tersebut dalam karyanya
untuk merendahkan dan menghina, orang yang mengikutinya".
Marcel
Reich-Ranicki, kritikus sastra kelas wahid di Jerman, keturunan Yahudi
kelahiran Polandia, tahun 1984 tepatnya 60 tahun setelah kematian Kafka,
menulis buku berjudul; "Ulasan ulang tentang Sastrawan Jerman masa
lampau", (Nachprüfung über deutsche Schrifteller von gestern). Ranicki
membahas beberapa figur sastrawan Jerman beserta karyanya yang sebagian besar
bangsa Yahudi, termasuk Kafka. "Sekarang 60 tahun kematian Kafka, kita
makin lebih tahu, menunjukkan bahwa pendapat-pendapat dari tindakannya yang
ragu-ragu atau pandangannya yang tak berciri menasehati dari karya-karyanya
yang tak bisa dihapus, di rubah dan- dibedakan dengan karyanya yang
lampau". Tampaknya acara seabad kelahiran Kafka (1883-1983), juga tidak
untuk pengupas pendapat-pendapat tentang karyanya atau tentang kesediaan
menyatakan pandangan-pandangan, melainkan justru menghubungkan dengan sebuah
buku yang berakar dari model karya Kafka. Lebih jauh Ranicki berpendapat;
"Karya Kafka adalah penggambaran sebuah perlawanan dengan rasa takut;
takut akan penghinaan dan ketidak mandirian, takut akan siksaan dan kekejaman,
takut akan Ayahnya dan keluarganya, takut akan kelemahan dan impoten, takut
karena tidak memiliki tanah air dan perkumpulan, takut akan nasib bangsa
Yahudi, takut akan kematian dan juga kehidupan." Ranicki menyitir
pengakuan Kafka; "Kalau saya menulis, saya merasa terobek, tidak tenang
dan takut". Oleh karena itu amat sulit untuk menemukan seorang sastrawan
dalam sejarah sastra dunia, yang cenderung bisa melebihi egosentrik dan
mengarah ke penonjolan pada umum (Exhibisionismus). Namun setelah beberapa
tahun kematian Kafka, Brod menandaskan ; "Setiap jenis Egosentrisme, di
tolak oleh Kafka". Ranicki mengkritik; "Dalam dunia epos Kafka lebih
menonjol figur wanita atau sedikit negatif, sering berhati dingin dan
marah". Antara buku hariannya dan surat-suratnya terasa tak ada bedanya,
semua yang tak memperbincangkan hal sastra, membuat Kafka merasa bosan,
prinsipnya jelas tanpa dilema antara sastra atau hidup. Ketakutan yang permanen
pada wanita membuat krisis kepribadiannya-setiap krisis identitas yang muncul,
kita berterima kasih, karena menghasilkan roman dan karya-karyanya dalam bentuk
cerita dan telah berkali-kali dia analisa dan komentari, sebuah karya
"Surat untuk Ayah" yang amat terkenal. Mungkin bagi kehidupan Kafka,
hanya ada seorang perempuan yang bisa dia cintai, tanpa rasa takut yaitu adik
perempuannya Ottla.
***
No comments:
Post a Comment